JUDUL ini bukanlah tentang kue jadul. Tetapi sebuah
dusun menawan di kaki Gunung Arjuno, Jawa Timur. Sebuah kawasan yang kuhayati
sebagai kampung halamanku yang kedua, karena cukup banyak file memori masa
bocahku berisi tentangnya. Di sini terdapat rumah kediaman Paklik Rasid (alm).
Kemarin siang kami sekeluarga bersilaturahim Idul Fitri ke sana dan merasakan
kembali keasriannya.
Sebenarnya dusun yang ditempati
Paklik saya bernama Pandansari, Desa Sumberrejo, Kec. Purwosari, Kab. Pasuruan.
Sedang Kucur adalah dusun yang berada di sebelah baratnya. Tetapi karena sudah
telanjur terbiasa, maka kami tetap menyebut kawasan itu sebagai Kucur.
Menurutku nama itu unik dan lucu (saya sempat
membayangkan andai saja Ibukota Republik Indonesia ini bernama Kucur).
Di sini masih tertemui panorama
sawah tera siring indah dan rumpun bambu yang mengingatkan kita kepada lukisan
pemandangan alam romantik yang dijual di pasar-pasar lukisan. Hamparan tanaman padi yang tengah bunting
berisi sungguh menyejukkan hati, meski saya tak turut memiliki. Di sela
pemandangan itu mengalir sungai Jempinang yang bening. Dulu saya bersama saudara
sepupu kerap menyusuri anak sungai di pinggiran pematang untuk mencari ikan
wader dan memetik daun pakis muda beserta tunasnya yang masih menggelung.
Hasil perburuan kecil-kecilan
itu siangnya hadir di meja dalam bentuk sayur tumis yang manis. Dapatkah engkau
bayangkan bagaimana nikmatnya sayuran yang diperoleh dari jerih payah sendiri
setengah hari tadi?
Beberapa lokasi sumber mata air selalu
diayomi oleh pohon beringin atau pohon bulu yang besar dengan akar-akar
tunggang dan sulur-sulur yang menjulur panjang dari ketiak dahan hingga
menyentuh tanah. Semua itu mengingatkanku pada gambar komik silat karya Jan
Mintaraga.
Bila tak enggan mendaki ke barat
sedikit, engkau akan segera rasakan betapa bersahabatnya alam. Engkau pasti
menjumpai visualisasi konkret dari lirik yang disenandungkan Ebiet G. Ade, “Pucuk-pucuk pinus seperti berebut. Bergesek
berdesak bergandeng tangan”. Amatilah, di sini juga ada “selaksa
puisi bergayut di dahan.”
Begitu banyak lanskap indah
bertebaran di dusun Kucur, oleh karena itu beberapa kali saya bersama teman-teman
production house sempat melakukan
syuting di sini untuk keperluan program acara televisi maupun iklan pilkada.
Ada satu scene yang menggambarkan gadis kecil tengah membuka jendela model
kupu tarung. Dalam terang mentari pagi, di hadapan bocah itu segera terpampang
hamparan sawah menghijau, sayur kacang panjang melilit tiang bambu sepanjang pematang,
pohon-pohon randu, dengan latar belakang gunung yang gagah. Kami menemukan
lokasi yang pas di Dusun Manggian untuk keperluan adegan itu. Adegan petani
menimbang gabah, anak desa bermain pelepah jambe hingga perang-perangan juga
memanfaatkan keelokan desa ini.
Di Kucur saya tidak hanya
menemukan panorama yang memanjakan mata, tetapi juga asupan jiwa. Dari rumah
ini, ketika SD, memoriku terisi banyak referensi cerita wayang kulit. Paklik
Rasid yang kepala SD Sumberrejo 2 berlangganan majalah Panjebar Semangat. Setiap libur caturwulan sekolah kulahap kisah klasik Mahabarata yang termuat dalam mingguan berbahasa Jawa itu.
Kini memasuki dusun Kucur nostalgia
lama saya terasa menguar kembali. Tetapi terus terang deskripsi di atas tadi
sedikit banyak telah terkontaminasi imaji dan keinginanku. Sebab faktanya,
seperti desa-desa lainnya, kawasan ini juga terus berubah. Rumah-rumah baru
bermunculan di sela sawah dengan model dan komposisi sekehendak pemiliknya, ada
model spanyolan, minimalis, lawasan, retro, hingga gaya gado-gado. Sah saja.
Motor ojek berseliweran, penetrasi banner iklan provider seluler begitu agresif,
dan spanduk warung mulai ramai berkibaran.
Meski agak menyayangkan semua
itu, saya tetap menikmati suasana dusun Kucur. Sambil mengunyah rengginang, diam-diam
kuputar ulang kenangan masa kanak-kanak yang tersimpan di benak. Sungguh, kapan-kapan
saya masih kepingin menggambil stock
shoot lagi di kampung halaman keduaku ini. (*)
Sign up here with your email
1 comments:
Write commentsPak Adriono... masih ingat saya kah? Mantan guru di saims...
Replysaya kira ttg makanan kucur tyt ttg kampung halaman yg penuh dg kesahajaan.
Monggo pinarak ke blog saya di www.renidwiastuti.com
EmoticonEmoticon