Dulu ada jargon yang lazim diucapkan para jomblo
yang gigih dalam memburu gadis pujaan hatinya. “Sebelum janur melengkung kau
masih tetap milik umum,” begitu tekadnya.
Kini ujaran itu sudah jarang terdengar, barangkali sudah dianggap bukan
bahasa kekinian.
Atau jangan-jangan anak muda sekarang sudah tidak
paham makna kiasan dari janur melengkung, lantaran di pintu rumah atau gedung
tempat resepsi pernikahan tidak selalu dilengkungi daun kelapa muda.
Tapi yang jelas, bulan Syawal seperti sekarang ini
(juga bulan Besar lusa), tidak sedikit jomblowan dan jomblowati yang tertunduk
sedih lantaran sosok-sosok yang diincarnya sudah melepas masa lajangnya, yang
juga berarti sudah bukan milik publik lagi.
Sungguh menarik idiom dan simbol yang digunakan oleh
nenek moyang kita. Janur dipilih sebagai bagian tak terpisahakan dari rangkaian
prosesi perkawinan adat Jawa. Tidak mungkin janur dipilih secara kebetulan,
mengingat Nusantara ini memiliki banyak jenis bunga dengan tampilan yang lebih
menyala indah ketimbang janur yang kuning cenderung pucat.
Lihatlah, kembar mayang (bukan kembang mayang) dan
penjor di depan gapura didominasi oleh
unsur janur kuning. Dari pemilihan
materi janur saja sudah mengandung nilai-nilai falsafah yang dalam. Ada yang
memaknai janur merupakan akronim dari “sejane ning nur” (menggapai nur Ilahi/cahaya
Tuhan).
Sedang kuning adalah “sabda dadi”, sebuah harapan agar semua perkataan (sabda) bakal terwujud (dadi) melalui izin Allah, buah dari jiwa
yang tenang. Jiwa yang ning, hening. Maka janur kuning berarti cita-cita tinggi
untuk menggapai cahaya ilahi dengan didasari hati yang tenang.
Sayangnya kini kedalaman maknai itu telah tereduksi
oleh modernitas. Janur tak lebih dari sekadar ornamen hiasan belaka,kerajinan
biasa. Nyaris tanpa dikenali lagi makna simbolisnya. Bahkan ada yang mulai menyingkirkan
janur dari prosesi perkawinan lantaran dianggap tidak ada dasar tuntunannya.
Generasi sekarang makin kering dengan simbol dan miskin pemahaman terhadap kearifan
lokal. Barangkali satu-satunya simbol yang dengan fanatik buta mereka genggam hanyalah
logo kesebelasan sepakbola masing-masing. Logo itu dikibarkan sebagai harga
diri lalu digaungkan sebagai tantangan perang terhadap kesebelasan lawan.
Keberadaan janur juga hadir dalam rangkaian kembar
mayang. Ini adalah sepasang hiasan dekoratif
yang terbuat dari batang semu pisang dihiasi janur dan bunga pancawarna
(kembang puring, beringin, andong, manggar, dan lancur). Sebuah panjatan doa
dan harapan keluarga mempelai.
Terdapat empat ragam anyaman janur di dalam kembar
mayang yaitu anyaman bentuk keris, walang
(belalang), payung, dan burung. Kalau mau cermat hiasan keris terdiri dua
macam. Ada keris laki-laki yang setiap lekuknya (luk) berujung lancip Ada pula keris perempuan yang ditandai dengan ujung
tumpul di setiap luk-nya.
Keris melambangkan perlindungan diri dari
marabahaya dan pesan agar berhati-hati dalam menjalani hidup. Anyaman walang
mengandung pesan agar pernikahan tidak menemui halangan. Payung menggambarkan pelindungan.
Sedang hiasan burung mewakili unsur kerukunan dan kesetiaan terhadap pasangan
hidup.
Zaman dulu tidak sembarang orang boleh bikin kembar
mayang. Hanya yang sudah menikah yang boleh membuatnya. Bila bujangan membuat
kembar mayang bisa jauh jodohnya. Tapi saya waktu itu nekad saja melanggar
pantangan itu. Dampaknya, saya memang menjomblo agak lama hahaha.....
Di beberapa desa kegiatan membuat dekorasi manten
merupakan kerja bersama oleh para pria yang ikut jagongan semalam pada H-1 perayaan pernikahan, seperti yang pernah
saya saksikan di kawasan Kec. Durenan, Kab. Trenggalek, Jatim. Sungguh mengagumkan,
semua orang yang hadir terampil seni melipat daun kelapa muda.
Benar kata Iwan Fals, ciri khas orang Indonesia itu:
berani, ulet, dan berjiwa seni. Semua kegiatan menyiapkan elemen pesta
perkawinan itu dijalani sebagai semacam ritual yang kerjakan secara gotong
royong dan dirayakan bersama-sama.
Kini suasana seperti itu tidak ada lagi. Sebab
semua “keribetan” itu telah diambil alih oleh event organizer perkawinan. Kesibukan dan keguyuban bertetangga
telah digantikan dengan kerja borongan pekerja seni profesional. Mungkin hasil
kerjanya memang lebih indah, tetapi keasyikan proses yang bisa dinikmati bersama-sama
tetangga menjadi lenyap.(*)
Sumber foto: iki saiin.blogspot.com,
scontent.cdninstagram.
Colek penggemar budaya: kiki, heri, anas, mas
yatman, supri yadi, didin.
Sign up here with your email
EmoticonEmoticon