Senang rasanya, kemarin, kami satu angkatan alumni
IKIP Negeri Malang (sekarang UM) dapat berhalal-bihalal, meski hanya lewat
daring. Mendapat “tombo kangen” walau hanya jumpa virtual.
Kami ini tergolong angkatan lama yang rata-rata
sudah masuk masa persiapan pangsiun. Meski
jadul, kami para lulusan prodi Pendidikan Bisnis tahun delapan satu (Bisdesa)
toh tetap merasa istimewa. Betapa tidak, kamilah generasi yang menjadi saksi dari
kehidupan yang penuh lompatan teknologi.
Ketika bocah kami pernah menulis di atas buku buram
bersampul coklat, lalu menulis di atas plastik transparan untuk kemudian disentrong
ke tembok pakai overhead proyektor (OHP), kini selama pandemi dapat menerapkan pembelajaran
daring, dan saya menulis status ini dengan memencet-mencet keyboard di laptop.
Sejak belia saya sudah mahir membuat ketupat
(keterampilan standar anak desa). Bahkan bersama Cak Agus Triwibowo menerima
job membuat dekorasi janur kembar mayang untuk kuwade pengantin. Kini saya juga
bisa membuat desain grafis janur dengan software
coreldraw untuk membuat backdrop
panggung hiburan.
Dalam kehidupan beragama juga “menangi” kegembiraan aneka rasa. Saat masih gak kathokan sudah main
mercon bambu dan patrol sahur keliling kampung. Ketika ngekos aktif menjadi PPT
(para pemburu takjil), dan kini mengalami shalat tarawih dan Idul Fitri di rumah, serta bergaya
melakukan halal- bihalal pakai aplikasi Zoom segala.
Sungguh keajaiban teknologi infomasi sangat
membantu. Kami bisa unjung-unjung, maaf-maafan, dan ber”haha-hihi” dalam satu layar monitor. Meskipun
harus diakui pertemuan udara tidak seseru bila dibanding dengan “copy darat” .
“Gak lego blas omong-omongan nggawe Zoom ngene ini. Mungkin
suk onok teknologi tiga dimensi sing luwih canggih ya,” kata sahabatku Mashudi,
yang sampai kini masih aktif menjadi “ahli khisaf”. Celetukan itu mendapat komentar dari rekan
perempuan, “Enak ketemu daring ngene, Hud. Gak kena bau asep rokok.” Wkwkwk....
lalu kami pada tertawa ngakak. Kegembiraan masa-masa kuliah terasa menguar
kembali.
Ya, diam-diam saya juga berharap dapat menjumpai
lagi kejutan-kejutan teknologi berikutnya. Siapa tahu nanti kita bisa berjumpa
lebih “konkret” di alam maya dengan teknologi hologram atau apalah namanya?
Yang pasti, kami sudah bahagia mengalir bersama
waktu. Mencoba semampunya mengikuti perkembangan zaman, menjadi migran dunia
digital, meski kerap tergagap-gagap. Gaptek yang dapat memantik kelucuan di mata
anak cucu. Tidak mengapa, dengan kelucuan itupun kami sudah menganggapnya
sebagai kenikmatan dunia yang wajib disyukuri.
Seusia berhalal bihalal dengan sahabat-sahabat guru
Bisdesa via Zoom itu, saya jadi merasa ada satu peribahasa yang perlu direvisi.
Orang bilang “pengalaman adalah guru yang terbaik”. Kini menurutku, “ternyata yang
terbaik bukanlah pengalaman, tetapi guru-guru angkatan Bisdesa.” ha ha ha ha.....
Minal aidin
wal faizin.
(adrionomatabaru.blogspot.com)
Sign up here with your email
EmoticonEmoticon