IN MEMORIAM DOKTER AGUS KEMBAR SIAM

  

Dokter Agus Harianto, Sp.A(K) wafat, Sabtu kemarin. Dokter yang bernama Agus tentu banyak jumlahnya. Tapi di kalangan wartawan, dokter yang satu ini lazim dipanggil dengan sebutan dokter Agus kembar siam. Wajar, karena beliau menjabat sebagai Ketua Tim Pusat Pelayanan Kembar Siam Terpadu (PPKST) RSUD Dr. Soetomo (RSDS)-FK Unair Surabaya. 

Karena posisi tersebut, dalam setiap publikasi di media massa, bila berkait dengan pelaksanaan operasi pemisahan kembar siam, dokter kelahiran Madiun ini selalu tampil sebagai juru bicara sekaligus sebagai humas.   

dr Agus bersama tim PPKST sangat concern terhadap masalah kelainan bawaan bayi yang langka itu. Berkat kepedulian tersebut maka RSDS dan FK Unair diakui sebagai pusat rujukan bayi kembar siam di Indonesia dan dikenal hingga luar negeri. 

“Selama pandemi ini ada empat kasus kembar siam dari Batam, Pangkalan Bun, Selong NTB, dan Manado yang dikonsulkan kepada Tim PPKST. Terpaksa  belum dapat divisitasi, apalagi operasi separasi yang elektif. Karena penuh risiko, mulai dari perjalanan, predurante, sampai postoperasi,” kata penerima Satya Medika Airlangga Award 2013 ini. 

Pandemi menjadi keprihatian beliau, banyak rekan-rekan sejawatnya yang telah wafat di garis depan melawan virus berbahaya ini. Untuk preventif, dr. Agus mengatakan kepada saya bahwa sudah tidak buka praktik di Jl. Raya Sutorejo Prima 53 Surabaya setahun lebih. “Wis Mas, prei dhisik, ben aman dhisik,” katanya. 

Beberapa pekan yang lalu pesan WA beliau masih masuk ke gadget saya. Meminta tolong agar saya mengupdate leaflet Yayasan Kembar Siam Indonesia (YKSI) dan mengirim ulang desain logo Ikatan Alumni FK Unair Angkatan 1971. Saya tidak menyangka bahwa itu adalah chattingan kami yang terakhir. 

Agaknya dua file yang diminta tersebut mewakili kepedulian dirinya. Pertama, berkomitmen  agar Yayasan Kembar Siam Indonesia (YKSI) yang dipimpinnya berkembang eksis. Kedua, sangat aktif menjalin persahabatan sesama alumni, yang disebutnya sebagai saduluran sak lawase. 

dr. Agus berpendapat YKSI  sangat strategis. Operasi pemisahan kembar siam termasuk kategori operasi besar yang melibatkan banyak tenaga ahli dan peralatan canggih. Biaya yang dikeluarkan juga tidak sedikit. Tentu menjadi beban berat bila seluruhnya harus ditanggung pemerintah. Oleh karena itu berdirilah Yayasan Kembar Siam Indonesia pada 20 Januari 2020. Pendirinya Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa. 

Keberadaan lembaga nirlaba ini juga diharapkan dapat membantu memecahkan masalah finansial operasi, serta untuk menggalang kepedulian masyarakat agar semakin banyak yang berkontribusi bagi penanganan kasus kembar siam, terutama untuk pasien yang berasal dari keluarga miskin. 

Pada Agustus 2020 kemarin, beliau masih sempat menerbitkan buku tentang Apa dan Siapa Alumni FKUA 1971 dengan judul Jelang Reuni Emas di Era Pandemi Covid-19. Saya dan Sefya Mawon bersyukur karena dapat membantunya menjadi anggota tim penulis. 

Waktu itu saya sempat mengusulkan judul Reuni Emas Alumni FKUA, karena persahabatan mereka sudah  terjalin 50 tahun, walau realitasnya masih kurang beberapa bulan. Tapi dokter Agus tidak berkenan. 

“Jangan Mas, kita tidak boleh ndisiki kerso. Sekarang kan usianya belum persis 50 tahun,” ujarnya. Saya sedikit ngeyel tetapi beliau tetap bertahan. Kini saya paham isyarat itu. Sebelum reuni emas benar-benar dilaksanakan, ternyata beliau telah pergi untuk selamanya. 

Selama jalan dokter, panjenengan orang baik dan santun. Segala amal dan kebaikan dokter Agus semoga diterima Allah. Sugeng tindak pejuang kembar siam Indonesia. (*)

 adrionomatabaru.blogspot.com





 

 

Previous
Next Post »