MELATI

 


Melati, bunga yang pandai membalas budi. Setiap kusirami, di pagi hari, dia selalu menyapaku dengan aroma wangi. Tak lupa mempersembahkan kuntum-kuntum putih segar ke hadapanku. Kami pun saling berbincang di dalam diam. 

“Kupetiki yo kembangmu,” kataku meminta izin. Tetapi selalu kusisakan sebagian, karena dirimu juga berhak menyandangnya. Lalu segenggam kembang itu kutaruh di meja. Bau sedapnya segera menguar menyegarkan udara. 

Melati itu kembang abadi. Tidak lekang oleh tren, terbebas dari selera pasar yang temporer. Dia indah justru karena sederhana. Dengan percaya diri melati memberi bukti bahwa putihlah warna sejati. Sungguh pas jika dia dipilih Indonesia sebagai puspa bangsa, bunga simbol nasional. Jasminum sambac memang melambangkan kesucian dan kemurnian. 

Melati selalu hadir dalam aneka acara upacara tradisi di banyak suku dan daerah kita. Dironce untuk menghias sanggul pengantin putri, juga menjadi bagian dari sajian kembang setaman. Bersama kawannya, bunga mawar, melati membawa rasa bangsa dan jiwa nusantara. “Merah putih mawar melati. Merah putih di setiap hati,” begitu senandung Leo Kristi. 

Entah sudah berapa banyak lirik lagu yang terinspirasi oleh bunga ini. Mulai dari lagu dolanan hingga nomor lembut Bimbo Melati dari Jayagiri. Juga disematkan pada diri gadis pejuang dalam tembang lama Melati di Tapal Batas. Sudah beribu sajak yang terlahir karena terpikat olehnya. Dan tidak sedikit wanita menjadi menawan lantaran mencantumkan kata melati di dalam namanya. 

Dalam budaya Jawa konon melati mengandung maksud rasa melad saka njero ati. Artinya kurang lebih, setiap ucapan seyogyanya dilandasi dengan ketulusan dari hati nurani. Dalam melakukan kebaikan hendaknya melibatkan hati (sembah kalbu). 

Kusirami kembali pohon melati pagi ini. Baru tersadari ternyata bunganya lebih banyak bermekaran di dalam hati.

 adrionomatabaru.blogspot.com



 

 

 

Previous
Next Post »