NASGOR PUTIHAN

 

Nasi goreng rumahan, bagi saya, selalu istimewa. Sebab dia tidak bisa hadir sembarang waktu. Tak bisa dipesan lewat onlen ketika kita lagi kepingin. Harus tunggu ada sisa nasi yang cukup dulu, baru bisa dimasak. Digoreng bersama ulegan brambang merah, bawang putih, garam, dan lombok abang. Jadi, di situlah spesialnya. Karena munculnya tidak menentu, dia selalu menjadi sesuatu. Kadang kami sekeluarga agak berebut, karena porsi yang tersaji selalu nanggung, tidak sesuai keinginan. 

Bukankah engkau bisa pesan online di rumah makan atau beli di pedagang keliling? Variannya juga seabrek: mulai dari nasgor mawut, nasgor seafood, nasgor teriyaki, hingga nasgor jancuk. Oh beda, Bro! Cita rasa nasgor putihan made in sendiri agaknya tidak bisa tersubstitusi. 

Tidak pakai saus merah, suwiran daging, potongan pentol bakso, udang, dan teri medan sebagaimana dihidangkan di meja restoran. Yang ada cuman sedikit taburan bawang goreng dan rajangan kubis mentah, plus telur dadar. Toh rasanya tetap saja yummy dan ngangeni. 

Selera pada akhirnya memang soal referensi. Semenjak bocah memori lidahku telah berkali-kali merekam pesan bahwa rasa nasi goreng ya seperti itu. Saya kira, siapapun setuju bahwa menu nasgor ala ibu selalu terasa nomor satu.  Dan Sabtu ini, di luar agenda, nasgor putihan itu tersaji menjadi sarapan pagi. 

Sambil mengunyah, saya jadi ingat tulisan Cak Hartoko. Dia bilang, hidup itu mirip orang bersepeda. Kadang ketemu jalan menanjak, kadang menurun. Susah senang silih berganti. Tetapi jika dicermati, bagian terbanyak dari aktivitas nggowes adalah mengayuh pedal di atas jalanan yang relatif rata. 

Begitulah. Kebanyakan dari hari-hari yang kita menjalani juga datar-datar saja. Oleh karena itu seyogyanya kita mampu menemukan kebahagiaan-kebahagiaan kecil di antara keseharian yang rutin itu. Semakin mudah bergembira dengan kenikmatan sederhana, semakin sedikit peluang kita dilanda kecewa, begitu kata orang-orang bijak. 

Hidup penuh dengan keajaiban-keajaiban kecil, sepanjang kita mau menyadarinya. Dan menikmati nasgor putihan hangat, menurut saya, adalah salah satu di antaranya. Sebuah santapan insidental, yang tahu-tahu muncul dan menghadirkan kelezatan. 

Barangkali inilah cara sederhana untuk menikmati hari-hari agar menjadi berarti. Atau anggap saja ini sebuah trik praktis untuk menghibur diri di kala ekonomi masih terhimpit pandemi.(*) 

adrionomatabaru.blogspot.com

 

  

Previous
Next Post »