GO-DAAN

  


Ada dua godaan yang sering mengganggu diri seorang penulis, setidaknya mengganggu diri saya. Pertama, keinginan untuk dipandang keren dan intelek. Kedua, bersemangat untuk meng”guru”i pembaca. 

Keinginan untuk dipandang terpelajar, antara lain, ditandai dengan suka menulis kalimat berstruktur kompleks dan konseptual, bertabur istilah asing tanpa penjelasan memadai, serta enggan menggarap tema-tema sederhana. Keinginan untuk dianggap keren terindikasi dengan kerapnya mengungkap prestasi diri. 

Sedangkan kecenderungan untuk menggurui tergambar dari banyaknya imbauan normatif, menerangjelaskan sesuatu yang sudah jelas, serta memberi wejangan berlebih demi semangat ingin saling nasihat-menasihati di dalam kebaikan. 

Mungkin ini manusiawi, tapi saya berusaha untuk menghindari, meskipun tidak selalu berhasil. Mengapa selayaknya dihindari? Ya, karena dua hal tersebut kurang disukai pembaca. Tidak semua orang suka dengan bacaan berat yang bikin kening berkerut. Tak semua orang tertarik mendengar kelebihan dan success story kita (kecuali sahabat dekat atau saudara kita sendiri). Pun tidak banyak orang yang merasa nyaman bila bolak-balik dinasihati. 

Boleh jadi sang penulis tidak menyadari bahwa dirinya telah melakukan dua hal itu. Ini mirip dengan seorang kakek/nenek anyaran yang baru pertama punya cucu. Dia pasti asyik sendiri.  “Cucuku sudah bisa tengkurap. Gerak mulutnya itu lo lucu banget kalo pas maem.” Nyaris semua tingkah polanya diceritakan dengan detail kepada orang lain tanpa diminta. Padahal boleh jadi lawan bicaranya akan membatin dalam hati, ”siapa nanyak?” 

Padahal kalau mau mencermati, kita akan menjumpai banyak sekali karya tulis orang-orang besar yang justru menempatkan dirinya sebagai pihak yang awam, mengambil posisi sebagai obyek penderita, atau sebagai grand master yang tiba-tiba terkena “skakmat” oleh pecatur kelas kampung. 

Uniknya, ternyata pola tulisan merendah seperti itu malah mengundang empati, lebih berdaya tarik, dan pesan moral yang disisipkan sang penulis justru merasuk ke hati pembaca. Berikut ini ada satu cuplikan tulisan menarik karya Ibnu Al-Jawziy dalam kitab "Al-Tabshirah", agaknya dapat menunjukkan apa yang saya maksud itu: 

Saya menyaksikan ada orang wanita tua berwudu, beberapa saat sebelum azan salat Zuhur dikumandangkan.

Maka sayapun bertanya kepadanya: "Apakah azan sudah berkumandang?"

Wanita tua itu menjawab: "Aku pergi untuk menemui-Nya, sebelum Ia memanggilku."

Di saat itulah saya menyadari bahwa diri saya hanyalah seorang manusia yang buruk. (*)

 adrionomatabaru.blogspot.com

 Gambar: normantis.com



 

Previous
Next Post »