PRAPATAN TUMPUAN HARAPAN



Agaknya tak ada yang lebih kompleks, dibanding peran yang diemban perempatan jalan raya. Tempat ini begitu sarat beban. Semua kalangan menjadikan prapatan sebagai tumpuan harapan. Mulai dari pengamen hingga calon presiden. Mulai dari rakyat  hingga calon wakil rakyat.

Lihatlah, apa yang tidak ada dalam keriuhan persimpangan lampu bangjo? Penjual koran, mainan, tahu sumedang, kopi plastikan, krupuk ikan, hingga roti mariyam ada. Orang cacat menjual belas kasihan, Pak gondrong menawarkan minyak bulus obat gudik. Pulau jalan dikuasai lalu dijadikan pangkalan segala barang dagangan. Boleh jadi semua ini di luar prediksi sang planolog tata kota.

Rombongan mahasiswa datang, ramai menggalang sumbangan korban bencana. Lelaki bersarung nimbrung menyodorkan kotak amal renovasi masjid.  Di prapatan Gedangan, seorang remaja malu-malu menyelipkan brosur terlipat kecil ke tangan kiriku. Kubuka. Isinya ternyata jasa memperbesar alat vital. Hello... kabar gembira, Mak Erot sudah buka cabang di Sidoarjo dan sekitarnya.

Aneka jasa siap tersedia begitu lampu merah menyala. Tanpa permisi seseorang membersihkan kaca mobil pakai kemucing atau semprotan air sabun. Lalu si banci menghibur dengan ecrek-ecrek, menyanyi genit  mepet di pintu mobil:

 “Aku tak mau jikalau aku dimadu....
   Pulangkan saja ke rumah orangtuaku...
  Ahay.... seer... ahay... seer .... ”

Beberapa kali Satpol PP mencoba mengusir atas nama ketertiban. Tentu saja dilawan sama komunitas prapatan. “Ini masalah sandang pangan, Cak. Iki urusan perut, Cuk.”  Pengamen muda geram mengutuki keadaan: “Ngene gak oleh, ngono gak oleh. Opo aku mbok kongkon dadi maling ae, ta?”

Jika ada pohon berdiri di pinggir prapatan, sudah pasti dia akan menjadi cantolan bagi seribu kepentingan. Mulai dari kredit murah, les privat, gali sumur, servis AC, kos-kosan, tanah kaplingan, hingga tukang talang. Tiang listrik dan teleponpun menjadi sasaran menggelayutkan harapan. Spanduk pendaftaran siswa baru, paket umrah murah, event ruqiah massal, bercampur dengan umbul-umbul yang berkibar-kibar.

Lalu hari-hari ini, perempatan mendapat beban tambahan lagi. Para politisi turun gunung, turut menyesaki suasana. Mereka anggap perempatan adalah panggung sosialisasi dan publikasi yang strategis. Maka muncul sejumlah baliho, jor-joran besar-besaran, berebut perhatian publik, dan berdesakan merayu pengguna jalan. Adakah Sampeyan tergoda?

Aneka rupa wajah caleg disertai lambang partai berdiri, ditopang dengan kayu/bambu yang asal-asalan pemasangannya. Mereka harus bersaing dengan baliho capres yang lebih gede dan iklan komersial yang sudah lama mengangkang sebagai penguasa wilayah, mulai dari billboard hotel berbintang, perang diskon bisnis online, sampai obat ketiak. Jadi, lengkaplah sudah perempatan sebagai ajang unjuk seni intalasi yang tidak artistik sama sekali.

Disrupsi Prapatan

Demi memikat khalayak, berbagai trik dilakukan. Ada baliho caleg yang dipasang setengah wajah, ada pula yang sengaja dicetak terjungkir ke bawah. Oho, betapa susahnya menyedot perhatian calon pemilih, hingga harus bertingkah sedemikian rupa. Tapi anehnya para pengendara masih saja bertanya naif: “Mereka itu siapa sih? Aku kok gak kenal blas.”

Berbagai tagline dan janji ditampilkan. Semua dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah, tapi anehnya makin tidak bisa dipahami maknanya. Apa sih artinya slogan berikut ini?: Siap bekerja untuk rakyat, Kami amanat umat selamat, Bersama kita bisa, Pengabdian tiada henti, Berkarya kita makmur dll.

Kiranya perempatan masih menjadi tumpuan perjuangan mencari suara. Ketika zaman sudah bergerak ke arah serba digital, banyak caleg yang masih mengandalkan sisa-sisa kedigdayaan prapatan. Masih bersemangat bertempur di medan konvensional, meski medsos dan jejaring online jelas-jelas telah menggerus efektivitas publikasi gaya embongan semacam itu.

Suatu siang saya nunut shalat Ashar di masjid sebuah pesantren di Tuban. Tidak sengaja terdengar percakapan dua pria, kayaknya caleg, di teras masjid. Keduanya saling curhat soal publikasi yang dirasa tak kunjung mendongkrak elektabilitas yang diinginkannya.

“Aku sudah masang 100 baliho di pinggir jalan, tapi sepertinya kok tidak kelihatan juga ya?” keluh seseorang.
“Sama. Saya juga. Sudah habis duwit banyak, tapi belum ada gemanya,” kata satunya.

Ya, agaknya para caleg memang harus berjuang superkeras untuk merebut simpati rakyat. Sebab selama ini rakyat masih belum banyak merasakan manfaat dari buah kerja legislasi mereka. Malah yang sering terbetik berita sebaliknya: ada aksi unjuk rasa rakyat versus DPR/DPRD. Bagaimana bisa terjadi ada rakyat memprotes wakil rakyat? Terus mereka duduk di parlemen itu mewakili aspirasi siapa?  (adrionomatabaru.blogspot.com)



Previous
Next Post »

1 comments:

Write comments
lovemachoco
AUTHOR
February 24, 2019 at 8:39 PM delete

permisi min numpang share ya ^^
ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat ayo segera bergabung dengan kami di f4n5p0k3r
Promo Fans**poker saat ini :
- Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
- Bonus Cashback 0.5% dibagikan Setiap Senin
- Bonus Referal 20% Seumur Hidup dibagikan Setiap Kamis
Ayo di tunggu apa lagi Segera bergabung ya, di tunggu lo ^.^

Reply
avatar