CANDA BAHASA


Lain wilayah lain bahasa. Maka berucap  tak boleh sembrono agar tidak timbul salah paham. Kita harus “bisa-bisa mahandak awak”, kata orang Banjar. Harus pandai membawakan diri.

Orang Sunda perlu hati-hati saat berada di Banjarmasin, apalagi di bulan Ramadhan. Jangan keras-keras saat mengajak teman, “Ayo, rame-rame ngabuburit..!”

Kenapa memang? “Di sini, kurang sopan berkata ngabuburit. Soalnya ‘burit’ dalam bahasa Banjar artinya pantat,”  kata Pak Azhar seraya tertawa.

Sebaliknya, bila sedang bertandang ke Sunda, orang Banjar juga perlu hati-hati. Jangan gampang membenarkan ucapan teman-temannya dengan mengatakan,”bujur...bujur..”, yang maksudnya “benar..benar”.

Memang kenapa? Apa arti kata bujur dalam bahasa Sunda?
“Bujur itu ... bokong...haha...,” kata Pak Noor Hidayat, orang Bandung, menimpali.

Ya, saya suka joke-joke lintassuku seperti itu. Bisa menghangatkan suasana. Seperti yang saya dan Pak Sukemi rasakan saat dijamu makan di Raja Banjar oleh Pak Darmasha dari Poliban. Kami berbincang akrab seraya menikmati sayur mandai sayur keladi bersama ikan haruan ampal jagung plus sambal acan yang kecut pedas.

Di tempat ini tidak hanya kudapati asupan makanan yang lezat tapi juga asupan jiwa. Pada dinding restoran terpampang banyak kata bijak dalam bahasa lokal yang layak diresapi.  Ada “Karas-karas karak imbah banyui lamah jua” yang artinya orang yang sifatnya keras bila didekati terus-menerus akan lemah juga. Ada lagi, “Wani manimbai, wani manajuni”,  siapa berani berbuat harus berani tanggung jawab.

Asyik ngobrol tak terasa nasi di piring sudah tandas, sementara santapan masih mengundang selera. “Ayolah, jangan supan batambah!” kata tuan rumah.(*)  



Previous
Next Post »