Kepergian Pak Hernowo Hasim ke alam kelanggengan, Kamis kemarin, membuat saya begitu kehilangan. Sebab sang penulis dan motivator produktif itu kini tak lagi mengalirkan pikiran barunya kepada pembaca. Tidak lagi mengeluarkan daya gugah barunya kepada pembaca yang berminat menjadi penulis. Pena itu berhenti karena illahi.
Sungguh beruntung saya sempat berinteraksi dengan
beliau. Bahkan sempat mendapat cipratan ilmu hebat yang bermanfaat sampai kini.
Ceritanya, pada tahun 2006 saya bersama Pak Syamsul Shodiq dan mas A Basuki Bagussalam tengah menulis buku best practice sistem pembelajaran di
Sekolah Alam Insan Mulia (SAIM) Surabaya.
Ketika draf kasar buku jadi, kami mencoba sharing dengan Pak Her di kantor penerbit
Mizan, Bandung. Dengan tangan terbuka beliau menerima kami dan memberi masukan
dengan penuh antusias. “Celakanya” masukan itu cukup membongkar konstruksi
bangunan buku yang susah payah kami
bangun. Bangunan daftar isi yang kami anggap logis, sebab kami mulai dari latar
belakang, kerangka konseptual, lantas disusul dengan penerapannya di sekolah
SAIM.
Pak Her bilang, jangan banyak berteori, sudah
banyak orang yang menuliskan. Buku kita akan segera basi sebab teori pendidikan
cepat berkembang. Kita baru menulis quantum
learning di sana sudah muncul lagi joyfull learning, revolution learning. Kita ngomong emotional quotient, sebentar kemudian muncul spiritual quotient, lalu social quotient.
“Jadi, tuliskan saja apa yang nyata-nyata dipraktikkan
di sekolah SAIM. Hasilnya pasti unik, orisinil. Pasti beda dengan tulisan orang
lain,” kata penulis buku Mengikat Makna
itu. Volume suaranya selalu terdengar agak keras, pertanda semangat berapi-api,
tetapi tak pernah kehilangan kesantunannya.
Waktu itu saya tidak langsung paham dengan sejumlah
sarannya. Baru sekian tahun kemudian,
secara bertahap saya memahami saran-saran brilian itu. Waktu itu Pak Her
cuma menambahi dengan pesan pendek, “Coba cari bukunya Tetsuko Kuroyanagi. Judulnya
Totto Chan. Pelajari itu, nanti akan
tahu apa yang saya maksudkan tadi.”
Pak Her benar. Buku itu luar biasa. Buku tentang model
dan inovasi pembelajaran di Jepang, yang dituliskan dengan gaya berkisah (feature), bahkan nyaris seperti novel. Mungkin
karena itu toko buku Gramed memasukkan buku ini pada rak novel (novel anak pula).
Padahal ini buku tentang aplikasi pendidikan humanis dan visioner meskipun
tanpa kutipan teori dan catatan kaki sama sekali.
Begitulah. Kami akhirnya mengikuti saran Pak Her
dengan membongkar total draf buku dan menyusun dengan pola baru. Berkat
bimbingan beliau buku kami dengan judul “Sukses
Melejitkan Potensi Siswa” akhirnya bertengger di rak toko buku di bawah
penerbitan MLC (Mizan Learning Center). Yang membanggakan, Pak Her berkenan
memberikan kata pengantar yang mantap.
Sejak itu saya berusaha dapat terus kontak dengan
beliau. Tidak harus fisik, saya membaca buku-bukunya yang bernas itu, juga
mengikuti blog dan fesbuknya. Beberapa kali sempat diberi buku gratis. Bila
beliau tampil di Surabaya dan sekitarnya saya berusaha untuk mengikuti.
“Mas Adri, saya Minggu besok ada di Unmu Malang,”
begitu salah satu bunyi SMS yang disend
kepada saya. Saya memang meminta agar beliau berkenan mengabari saya bila
sedang ada di Jawa Timur. Bahkan beberapa bulan lalu, saat tampil di Makassar
beliau juga mengabari saya. Kok ya kebetulan saat itu saya pas berada di kota
yang sama.
Untungnya saya orang media, jadi selalu punya cara
untuk bisa memasuki sebuah acara meski tanpa membawa surat undangan atau bukti
pembayaran. Terakhir saya ikut menyerap ilmu beliau tentang Menulis
Flow di Universitas Negeri Surabaya dan teknik free writing di sekolah SAIM.
Akhirnya penulis 37 buku laris itu telah tiada.
Gajah mati meninggalkan gading, penulis wafat meninggalkan buah pena
bermanfaat. Wafat di bulan suci semoga menjadi penanda bahwa panjenengan
diparingi husnul khotimah. Matur nuwun
ilmu menulisnya, semoga dapat saya gunakan untuk menorehkan kebaikan dan menghadirkan
alinea-alinea berguna. (*)
Selamat jalan Pak Hernowo.
adrionomatabaru.blogspot.com
Sign up here with your email
EmoticonEmoticon