Di balik kata ada budaya. Di balik diksi terdapat
ideologi. Bahkan pada setiap huruf tersembunyi sikap hidup.
Tadi siang saya menemukan contoh konkretnya. Pada sebuah
papan imbauan yang menempel pada pohon di halaman PTP XII, Kebun Teh Wonosari
Lawang. Bunyinya: “MOHON ! TARUHLAH SAMPAH DI TEMPATNYA.”
Ada diksi yang tidak lazim di situ. Pembuat
pengumuman tidak memilih kata “BUANG SAMPAH DI TEMPATNYA” seperti pada umumnya,
tetapi “TARULAH SAMPAH DI TEMPATNYA.”
Sungguh amat beda makna kata “buang” dengan “taruh.”
Ideologi yang berada di balik kata “ buang sampah” adalah keyakinan sampah
adalah sesuatu yang tidak berguna, oleh karena itu harus dibuang saja.
Sedangkan di balik huruf-huruf “taruhlah sampah” tersembunyi
sikap hidup bahwa sampah adalah sesuatu yang masih berguna, oleh karena itu
harus ditaruh di tempatnya. Nantinya kumpulan sampah itu akan didaur ulang sehingga
membawa kemanfaatan tambahan.
Awalan “di” yang ditulis terpisah dengan kata “tempatnya”
juga menunjukkan kecermatan sang penulis papan peringatan.
Lalu,mengapa pemasangan dibuat miring? Wah, yang itu saya tidak tahu jawabnya.
Adrionomatabaru.blogspot.com
Colek: Pak syamsul sodiq, amang mawardi, dwi, Lia,
Ardiana
Sign up here with your email
EmoticonEmoticon