CIKGU PENULIS


Kalau ada guru membuat sebuah buku saya pasti mengacungkan jempol ibu jari, tanda salut kepadanya, meski saya belum membaca karyanya. Jika kemudian buku yang ditulis itu ternyata isinya bagus, maka tak segan saya akan mengangkat jempol sekali lagi.

Sungguh saya sangat menghargainya. Sebab betapa signifikan cikgu yang terampil menulis (dan gemar membaca) bagi perkembangan kualitas anak didiknya. Apalagi Kurikulum 2013 revisi 2017 kabarnya bersiap mengintegrasikan dan menginsert literasi ke dalam setiap Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.

Guru yang pandai membuat buku pastilah tidak lagi memotivasi siswa dengan suara datar dan normatif: “Anak-anak, coba perhatikan. Kalian harus suka membaca buku. Karena buku itu gudang ilmu. Buku adalah jendela dunia.” 

Saya membayangkan, guru penulis lebih memilih menunjukkan buah penanya di depan kelas. “Lihat, apa yang saya bawa ini?” katanya kemudian menunjuk nama menulis yang tertera di cover buku, “Iya, ini karya bu guru yang baru terbit.”  Pasti anak-anak akan berdecak kagum dan tersenyum senang.

Cikgu kemudian mengiming-imingi siswa dengan membuka halaman pertama dan membacakan dua atau tiga alinea pembuka, lantas menutup buku dengan segera, hingga membuat pendengarnya jadi penasaran.

“Saya yakin, kalian juga bisa bikin buku,” katanya mantap. Lalu diapun mengajak siswa untuk merancang buku yang nantinya berisi kumpulan karya bersama siswa satu kelas. “Jangan khawatir. Yang belum bisa menulis, nanti saya ajari, oke?” Anak-anak pun riuh menyambut antusias.

Nah, bisakah Anda merasakan betapa bedanya daya gugah antara motivasi yang normatif dengan ajakan persuasif yang konkret? Berinteraksi dengan guru yang praktisi literasi, memang gampang membuat anak didik merasakan bahwa kegiatan membaca dan menulis memang mengasyikan dan bermakna.

Novel Ludruk

Tadi siang saya mendapat paket kiriman sebuah novel bertajuk Ludruk dalam Selempang Lakon. Datang dari Ibu Wins, seorang guru yang terampil menulis dari kawasan Klepek, Kec. Kunjang, Kab. Kediri, Jatim. Thanks, Cikgu!

Sesuai dengan judulnya, buku ini berisi kepedulian bu Wiwin SA kepada seni tradisional ludruk yang kian terpuruk.  Melalui tokoh-tokohnya, digambarkan keprihatinan hidup Pak Diro, si banci mantan tandak ludruk yang berhati mulia. Ada juga gadis Wenning, kader penerus sinden yang berbakat, tetapi sayang mati muda. Dengan menampilkan romantika kehidupan siswa SMA, agaknya sang penulis berharap agar ludruk  dapat diminati oleh generasi muda.

Novel ini ditulis dengan tutur bahasa yang lancar dan segar. “Pingpong” dialog, candaan, rayuan, dan saling bully antar ABG tergambar hidup.  Secara perlahan jalan cerita dibangun hingga menghasilkan struktur dramatik yang apik. Juga mengundang haru lantaran peristiwa dadakan yang dialami para tokoh utamanya.  

Detail adegan yang kuat juga turut membangun suasana. Seperti kebiasaan Guntur yang menggigit-gigit ujung ballpoint murahan atau keringat dingin yang mengucur tatkala melakukan kencan pertama dengan Wenning.  

Buat Cikgu Wins, saya angkat dua jempol jari. Sukses selalu. Terus berkarya.  

adrionomatabaru.blogspot.com


Colek cikgu gemar menulis: agus twg, anang fatoni, gatot sutejo, susan Indri, Indra Sari, Dijatun, Lia kusuma, Ardiana, eny, luluk, suhartoko, janan, gatot susanto. Ratna hasma, hamdiya, andriyani. 
Previous
Next Post »