MENGAPA orang Indonesia kebanyakaan tidak
berkarakter? Jawabnya, karena kita ingin mengembangkan banyak sekali karakter
sekaligus. Dalam pelajaran pendidikan karakter di sekolah, siswa diajari 18 karakter. DE-LA-PAN BE-LAS, Sodara. (Kenapa ndak
ditambah dua lagi, supaya genap dua kodi?)
Ju-jur, man-di-ri, tang-gung-ja-wab, ka-sih-sa-yang,
te-pat-wa-ktu, su-ka-me-no-long, cer-das, kre-a-tif, ra-jin, go-tong-ro-yong…ho-ek…,
ho-eek…..… muntah.
Narasumber Dr Hj. Umi Dayati, M.Pd, mengutarakan
kritik secara komedik seperti itu, dalam workshop
“Membangun Karakter Anak Melalui Guru Inspiratif” yang diadakan di
Candrawilawtikna, Kec. Pandaan, Pasuruan, Senin siang.
Acara itu memang disajikan khusus kepada ratusan
undangan para guru SD dan PAUD swasta, tetapi muatan materinya sebetulnya juga
bermanfaat bagi siapapun. Mohon izin, berikut ini saya akan menunjukkannya.
Doktor dari Universitas Negeri Malang itu mencermati
bahwa di negara-negara lain karakter yang dikembangkan tidak sebanyak itu. Lihatnya
negara Cina. Hanya dengan satu atau dua karakter saja, mereka sudah menjadi
bangsa yang hebat. Setiap orang Cina memiliki karakter khas “pekerja keras” (di
samping “hormat kepada leluhur”), dan mereka menjalankan karakter itu dengan kecintaan
dan totalitas.
Sementara kita terobsesi ingin mengembangkan banyak
karakter, sehingga hasilnya justru kita menjadi orang rata-rata, tanpa ciri
khas yang menonjol. Padahal satu karakter saja yang menempel kuat, sudah cukup
mengangkat eksistensi seseorang. Habibie - Cerdas, Cak Lontong - Lucu, (kalau pejabat
dan anggota dewan?)
Untuk itu Dr Umi menyarankan, setiap pribadi
hendaknya mem”branding” diri dengan mencanangkan sebuah karakter tertentu, lalu
menjalankan dengan sepenuh hati. Niscaya ke depan dia akan menjadi sosok yang
berkarakter.
Ayo sekarang tarik nafas. Hitung satu, dua, tiga,
dan hap…teriakkan dengan keras satu karakter yang ingin Anda kembangkan.
Disiplin…!! atau Jujur…!! Terserah. Yang penting setelah itu berkomitmenlah
demgan sungguh-sungguh kepada yang satu itu sehingga akhirnya melekat menjadi
ciri khas Anda.
Sayangnya kebanyakan orang sekarang membranding diri tidak dengan karakter
tetapi dengan penampilan dan asesoris. Pakaian surban digunakan untuk
mencitrakan diri sebagai orang alim, berjas dasi supaya terlihat seperti
eksekutif, atau berpenampilan seenaknya lantas merasa diri sebagai sosok
seniman keren. Ini semua branding diri yang semu. Begitu kita bergaul lebih
intens dengan mereka itu, segera kelihatan mana emas mana loyang, mana yang
cuma chasingnya doang, mana yang memang benar-benar berisi.
Umi Dayati mengaku memilih satu branding untuk dirinya: “tepat waktu.”
Sebagai pembicara laris yang tampil di mana-mana dirinya selalu berusaha on time. Dirinya merasa gelisah bila sampai
terlambat semenit saja. Sehingga bila
suatu saat datang terlambat, itu berarti ada kendala yang diluar kemampuannya.
Beliau menyarankan, manakala kita telah
mencanangkan satu karakter untuk diri kita, maka sejak saat itu kita harus
berjuang mewujudkannya. “Tulis satu kata itu di kepala, di hati, di buku, bila
perlu di dinding-dinding kamar, agar kita diliputi oleh karakter itu,” katanya
dengan gayanya yang lucu.
Tetapi, ini kabar buruknya. Begitu anda memilih satu
karakter tertentu, maka pada saat itu pula
akan datang cobaan yang menguji karakter itu. Bila memilih karakter
“jujur” mungkin tiba-tiba saja datang orang memberi gratifikasi gede atau mengajak
memanipulasi angka kuitansi. Bila Anda
memilih karakter “sabar”, boleh jadi esoknya barang kesayangan anda hilang atau
anggota keluarga sakit bergantian. Tuhan seakan sedang menanyakan kesungguhan
hambanya: “temenan ta awakmu iku?”
Nanti, bila kita berhasil melampau ujian dan jalan
terjal, di situlah karakter mulai terbentuk secara bertahap. Berat ya ternyata? Ya iya lah. Kalau tidak mau
repot ya sudah, pilih jadi orang tidak berkarakter saja. Diajak shalat
berjamaah ya berangkat, diajak nyolong berjamaah ya semangat. Sayang anak istri
harus, selingkuh jalan terus.
adrionomatabaru.blogspot.com
Colek : endang, sri mulyo, supri Yadi, titik, miftahul
ulum, ardiana, lilik, diena
Sign up here with your email
EmoticonEmoticon