MERAWAT ‘SENSE OF PRINGISAN’



  
 Salah satu kelebihan manusia adalah memiliki rasa humor. (Saya belum tahu, apakah binatang juga memilikinya?). Andai kita tidak punya sense yang satu ini, sudah pasti akan kian banyak jumlah  orang yang stress, depresi akut, dan masuk  RS Jiwa  Menur atau Sumberporong Lawang.

Humor berperan nyata bagi penyehatan jiwa, penyeimbang metabolisme emosi, dan menyelamatkan banyak orang, meski keberadaannya tidak diakui di dalam kementerian dan tidak pernah  masuk dalam agenda urgen sidang kabinet.

Humor tetap saja berada di luar pagar. Masuk dalam kategori dunia remeh temeh. Menemani orang cangkrukan, hiburan pengisi waktu, sekadar ice breaker pemecah kebekuan. Padahal berapa kali humor telah menyelamatkan muka kita? Betapa banyak guyonan yang berperan sebagai katarsis yang melegakan: Sungguh hidup ini tidak seberat yang kita keluhkan. Di sana sini masih ada celah untuk bikin kita bisa ketawa geli.

Apa yang harus dilakukan bila dalam pesta tiba-tiba bokong Anda menyenggol kue tart? Boleh jadi Sampeyan akan malu berat menutup wajah sambil mengutuki diri sendiri, karena membuat acara  pesta menjadi tercoreng berantakan, lalu meminta ampun berulang-ulang kepada tuan rumah. Ketika pulang masih terus menyesal, sambil bergumam seharusnya kejadian memalukan itu tidak seharusnya terjadi.

Seorang teman, di pesta ultah keponakannya, mampu mengatasi situasi krusial seperti itu. Dia kaget tapi sebentar saja, selebihnya dia mampu menguasai bahkan membalikkan keadaan.  Di sini sense of humor diperlukan. Tatkala semua mata memandang ke pantatnya yang belepotan kue, maka dicoleklah sebagian kue itu lalu dijilatnya. “Hem…enak. Ternyata makan kue tart yang benar itu: disenggol bokong - dicolek - dijilat.”

Kontan semua peserta pesta tergelak-gelak, dan diapun selamat dari kemaluannya. Setelah tawa mereda dia segera meminta maaf sewajarnya. Kalau tujuan pesta adalah kemeriahan, maka insiden itu justru menambah kemeriahan tambahan. Buktinya, keadaan menjadi normal kembali dan kegembiraan pesta terus berlangsung terjadi seperti tidak terjadi apa-apa.

Dalam seminar di ICBC Center Surabaya, Selasa lalu, pakar hukum Unair Prof. Y. Sogar Simamora lupa untuk mengingat UU Jasa Konstruksi itu UU nomor berapa. Ini mestinya memalukan. Tetapi enak saja dia bertanya kepada asistenya yang tengah membantu menjalankan tayangan power point.

“Inilah enaknya menjadi profesor. Profesor itu lupa tidak apa-apa. Kalau belum jadi profesor gak boleh lupa,” katanya disusul geer peserta seminar. Kesalahan itu mampu direduksi Pak Profesor seakan menjadi kesalahan yang manusiawi dan karenanya layak dimaklumi oleh audien.

Dalam sebuah jamuan makan di luar negeri, penyair D. Zawawi Imron mengaku pernah disodori minuman anggur merah beralkohol. Dengan santun beliau meminta diberi air putih saja. “Mengapa Anda tidak minum anggur?” tanya bule yang menjamunya.

Penyair celurit emas itu tidak memberi jawaban normatif klise bahwa muslim dilarang minum miras, melainkan dengan sebuah joke yang puitis. “Saya lebih suka air putih. Ini justru anggur yang asli, karena belum tercampur dengan warna,” katanya.

Guyonan sejatinya bisa dipakai sebagai penghibur diri agar kita bisa menerima kenyataan yang tidak sesuai harapan. Bila kita punya rumah sempit, katakan saja “Emang sengaja dibikin sempit biar menyapunya cepat selesai.” Bila kebetulan hidung kita pesek, bilang saja, “Ini bukan pesek, Mas. Ini cuman mancung yang tertunda.”

Host Thukul Arwana adalah pribadi yang berani habis-habisan menertawakan wajah dan ulahnya sendiri yang udik, yang justru membuat dia melejit menjadi selebritis. “Biar wajah ndeso sing penting rejeki kutho,” kilahnya bangga.

Seniman tradisional ludruk adalah orang-orang yang piawai menertawakan kemelaratan. Mereka dapat membuat kesulitan yang dihadapi menjadi bahan candaan, yang justru membuah mereka jadi kebal stress, tabah melakoni segenap kesengsaraan hidup. Kiranya humor bisa lahir dari rahim kedewasaan dan kematangan emosi seseorang.

Di panggung, kepada Kartolo, Sapari berkomentar, “Tak delok-delok, sakjeke Ning Tini dadi bojomu, kok ketoke tambah bersih yo sak iki.”
Yo mesti, wong aku kok bojone,” jawab Kartolo jumawa karena merasa tersanjung.
“Iyo bersih kabeh. Kulite bersih. Wajahe yo bersih. Kalung, gelang, giwang-giwange yo melok bersih,” sekak Cak Sapari.
“Ngasur ae koen iku.…”

Komedian Cak Lontong mengaku selalu gagal sebagai salesman. Ketika bekerja jadi salesman barang-barang elektronik, selama tiga bulan dia tidak mampu menjual satu barangpun. “Tetapi ketika saya mengganggur tiga bulan, ternyata saya mampu menjual kulkas, teve, tape, kipas angin, dan  perabot lain di rumah saya,” katanya. Hehe…iku ngrombeng, Cak.

Apakah Anda punya sense of humor tinggi?  Syukurlah, sebab itu bisa dijadikan obat stress atau modal yang menyelamatkan kita pada keadaan tertentu. Mereka yang berselera humor bagus akan dapat menjadi public figur yang hangat, pelobi ulung, guru idola, ustad berjuta umat, presenter andal, dan menjadi pasangan hidup yang menyenangkan.

Bagaimana dengan orang-orang yang selalu macak serius, tidak punya rasa humor sama sekali? Saya tidak tahu jawabannya. Tapi kalau ingin berubah Anda bisa memulai dengan cara meng-copy paste materi lawakan orang lain.

Umpamanya, setelah semalam nonton stand up comedy di teve, maka esoknya cobalah ceritakan ulang ucapan komedian itu kepada teman-teman dekat kita. Bagaimana reaksi mereka? Kalau mereka ikut tertawa, berarti potensi ngejoke Anda sudah ada. Sebaliknya kalau mereka bengong saja, wah berarti punch line-nya belum kena.

Anda perlu berlatih lagi. Atau kita gabung saja ramai-ramai menjadi anggota KFC alias Kartolo Fans Club. Hehe…dijamin pringisan terus sampek gusi garing....(adrionomatabaru.blogspot.com) Sampai jumpa pada tulisan lain, setiap Senin dan Kamis, di alamat yang sama. InsyaAllah ya. Sumber foto: dpbbmgokil.xyz

Previous
Next Post »