PUNCAK KREATIVITAS



Apa hubungan antara printer colour, lambang atom klor, celana kolor, dengan kolor ijo? Pertanyaan berikutnya: bisakah musik Andra and the Backbone digabungkan dengan android, andragogi,  dan rasi bintang Andromeda? Haha, hanya orang yang “beriman” yang dapat menjawabnya.

Masih banyak pertanyaan lain yang kelihatannya ngaco, out of context, berseliweran di kepala kita. Siapa peduli? Memangnya kurang kerjaan? Tetapi pertanyaan counternya adalah seperti ini: Betulkah pertanyaan yang layak direspons hanyalah tanya yang sesuai dengan konteks, logis, dan jelas jluntrungannya?

Otak kiri kita memang suka terburu-buru menampik segala pertanyaan yang kelihatannya irrasional.  Padahal betapa banyak temuan dan inovasi teknologi bermuasal dari benda atau tindakan yang seolah tidak ada kaitannya. Generasi seumuran saya, dulu, tidak dapat membayangkan pesawat telepon dapat digabungkan dengan radio,  tape recorder, video, TV, kalkulator, komputer, kamera foto, modem,  dan internet. Ternyata dalam tempo yang tidak lama, kita bisa menikmati smartphone, dan kabarnya segera hadir  telepon cerdas  memakai teknologi semacam hologram.

Kini saya bisa mengunggah esai ini dengan amat gampangnya. Sekali klik sudah nyampai di genggaman Sampeyan. Padahal dulu sebuah tulisan harus melalui proses panjang untuk sampai kepada pembacanya. Saya masih mengalami membuat artikel dengan mesin ketik jadul, lalu mengamplop, dan mengirim ke redaksi koran dengan cara naik lin menuju kantor pos terlebih dahulu.

Ya, hal-hal yang dulu seperti tidak ada hubungannya ternyata bisa bertemu dan bergabung menjadi perangkat kebutuhan hidup manusia yang baru dan urgent. Itu semua terwujud berkat adanya potensi manusia yang disebut kreativitas. Sungguh puncak kecerdasan manusia bukanlah terletak pada kemampuan berfikir kritis dan analitis, tetapi justru pada kemampuan berfikir kreatif.

Ilmuwan Krulik  mengakui hal itu. Herarkhi berfikir yang disusunnya, menempatkan berfikir kreatif pada bagian teratas, setelah berfikir kritis dan berfikir dasar. Demikian juga Bloom, yang pendapatnya banyak diacu oleh dunia pendidikan kita, akhirnya juga membenarkan fakta itu.

Buktinya dia merevisi  taksonomi yang diciptakan pada 1956. Kala itu dia bilang,  ada enam tingkatan kemampuan kognitif manusia, yaitu: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Namun Tuan Bloom kemudian memperbarui pendapatnya dengan menggabungkan analisis dan sintesis menjadi satu level, lalu menambahkan satu level baru lagi yaitu mencipta (creativity).  Jadi kreativitas diletakkan pada puncak piramida kognitif.
 
Kreativitaslah yang membuat manusia menjadi survive, bertahan hidup. Kreatif menjadikan seseorang atau kelompok menjadi eksis dan berjaya. Sejarah menunjukkan bahwa kemajuan kebudayaan  dibentuk dari temuan-temuan dahsyat para kreator dan inovator.

Kita tidak dapat membayangkan, misalnya, bagaimana kehidupan modern seandainya tanpa adanya temuan Thomas Alfa Edison: bola lampu listrik. Penemuan komputer mengantar kita kepada canggihnya dunia teknologi informasi. Jadi, dengan bekal kreativitas  manusia memecahkan problem hidup dan menjalaninya.

Namun sayangnya, perlakuan kita terhadap kreativitas masih memrihatinkan. Kreativitas masih dikerdilkan dalam wilayah seni dan hiburan belaka. Berkesenian memang memerlukan kreativitas, tetapi itu baru sebagian kecil. Kreativitas mencakup wilayah yang lebih luas, meliputi upaya mencari pemecahan masalah di segala bidang. Termasuk, ya itu tadi, menemukan hubungan-hubungan yang bermanfaat  tentang  beberapa hal yang kelihatannya  tidak ada tautannya sama sekali.
 
Di sekolah, seorang siswa dijuluki berprestasi bila punya kemampuan akademik tinggi, bukan siswa yang kaya kreativitas dan  inovasi. Lembaga bimbingan belajar turut mereduksi habis-habisan makna belajar. Belajar hanyalah latihan soal yang hendak diujinasionalkan. Soal-soal model pilihan ganda  (demi tes berbasis komputer) makin menguatkan pendapat betapa berfikir kreatif, mengeksplorasi pendapat, dan berimajinasi  tidak usah diajarkan di sekolah.

Kalaupun usah, kreativitas cukup diberi kavling dalam mata pelajaran  SBK (Seni Budaya dan Ketrampilan) saja. Ia turun kasta menjadi kelompok mata pelajaran “kelas dua.” Menjadi pelajaran yang tidak penting, sebab ukuran pelajaran yang penting saat ini  adalah mata pelajaran yang di-UN-kan.
 
Harus diakui sistem pembelajaran  kita kurang memberi rangsangan pada kreativitas. Guru merasa tidak perlu repot-repot melontarkan pertanyaan yang menggugah imajinasi. Buat apa?  Padahal pertanyaan “pengandaian” yang kelihatannya sepele bisa mengungkit daya kreatif anak. Sekali tempo tanyakan kepada siswa: “Apa yang bakal terjadi jika benar-benar ada sepeda motor terbang?” Orang dewasa yang terbiasa berfikir formal-rasional-liniar akan kerepotan menjawab. Tetapi anak-anak  pasti punya jawaban panjang, karena kerap berfikir lateral dan imajinya tinggi serta orsinil.

Puncak kecerdasan manusia terletak pada kemampuan berfikir kreatif.  Sudah nyata betapa pentingnya kreativitas dalam mendorong kesuksesan bisnis seseorang. Terlebih dalam situasi ekonomi sulit dan sempitnya lowongan kerja dewasa ini. Kreativitaslah yang mampu menjawab dan menemukan jalan keluar.  Munculnya taksi dan ojek on-line yang fenomenal itu adalah salah satu contoh konkretnya.

Masih ada contoh ekstrim lainnya. Di luar negeri ada hotel yang membisniskan “naluri ngamuk” bagi pribadi yang bertemperamen tinggi. Pemilik hotel mewah ini menyiapkan kamar-kamar khusus lengkap dengan perabot kulkas, televisi, hingga guci keramik. Satu lagi: sebuah palu besar.

Penyewa bebas mengayunkan palu sesuka hatinya, meremukkan semua, sampai amarahnya terlampiaskan. Setelah itu silakan menuju kasir untuk membayar orgasme yang didapat. Ada juga pengelola spa yang membuka layanan terapi gelitik. Silakan rebahan santai, petugas cantik akan menggelitik semua permukaan tubuh Anda. Nah, sensasi geli ternyata bisa dijadikan komoditi.

Saya sih percaya Indonesia tergolong bangsa yang kreatif, bahkan mungkin superkreatif. Sayangnya, di antara yang kreatif itu ada sekelompok orang yang “kreatif”nya di luar jalur. Mereka selalu saja menemukan peluang licik demi keuntungan pribadinya: membuat vaksin palsu, gelar palsu, surat nikah palsu, kartu BPJS palsu, PHP, dan kuburan palsu. (Itu mah bukan kreatif namanya. Itu akal bulus. Naluri jahat kok dipelihara).

Oke, mari kita kembali ke pertanyaan pembuka tadi. Jadi: apa hubungan antara printer colour, lambang atom klor,  celana kolor, dengan kolor ijo?  Ya mohon dijawab sendiri, bukankah Anda orang kreatif dan beriman? Hehehe… salam kreatif positif.
(adrionomatabaru.blogspot.com).) Sampai jumpa pada tulisan lain, setiap Senin dan Kamis, di alamat yang sama. InsyaAllah. Sumber foto: carapedia.com.



Previous
Next Post »