Setiap olahraga di timur GOR Sidoarjo Minggu pagi,
saya amat menyukai pemandangan seperti ini: Bocah-bocah riuh hilir mudik bermain
sepatu roda. Ada yang sudah mahir meluncur gembira sambil mempertontonkan warna-warni
cahaya yang keluar dari sela roda. Yang masih belajaran bergerak kikuk dan
sesekali jatuh terduduk. Ada juga pemula yang terus-menerus berpegang pada
lengan ibunda.
Di pinggir lapangan, pedagang kaki lima menggelar
setumpuk tas plastik berisi sepasang sepatu roda. Dengan banrol rata-rata Rp
250 ribu barang dagangan itu dikerubuti banyak orang dan terlihat banyak
terjadi transaksi.
Ya, akhir-akhir ini anak-anak dilanda demam sepatu
roda. Saya suka fenomena itu, meskipun saya bukan atlet atau penggemar
olahraga. Saya senang karena “permainan” ini sangat cocok dengan kodrat anak:
bergerak. Dengan bersepatu roda anak-anak jadi bergerak fisiknya, juga berkawan,
bersosialisasi, dan diam-diam berkompetisi secara sehat.
Tentu saya bersyukur (apalagi orangtuanya) jika di
antara sekian banyak anak itu kemudian ada yang tertarik menekuni cabor ini
dengan serius, lantas kelak muncul sebagai atlet berprestasi. Tapi kalaupun
mereka cuma main-main itu sudah menggembirakan.
Sebab sepatu roda bisa menjadi semacam antitesa
dari permainan yang juga melanda anak-anak dan orang dewasa saat ini, yaitu game
digital. Aneka game online, play station,
hingga permainan ketangkasan di layar smartphone hanya membuat tubuh terpaku
duduk di sepanjang hari, yang aktif cuman jari dan jempolnya saja. Jenis permainan ini juga membuat pelakunya cenderung
tidak lagi butuh teman dan enggan bersosialisasi.
Dengan sepatu roda, anak menjadi aktif bergerak plus
tertawa tergelak-gelak. Aktivitas ini sangat penting untuk tumbuh kembang fisik
maupun psikis mereka. Apalagi sekarang ini, di mana gejala obesitas (kegemukan), tengah mengancam
anak-anak kita.
Bergerak amat penting bagi perkembangan motorik dan
otak anak. Bersepatu roda adalah permainan yang membutuhkan sejumlah gerak motorik kasar dan keseimbangan
tubuh yang kompleks. Teori-teori otak terbaru menegaskan, betapa pentingnya
gerakan raga bagi peningkatan kecerdasan. “Bila badanmu bergerak, otakmu bakal
menyala.” Kiranya, senam pagi sungguh
perlu bagi siswa sebelum masuk kelas mempelajari ilmu. Sirkulasi darah lancar, otak menjadi
tokcer.
Saya setuju dengan segala permainan anak yang
menggerakkan badan. Dolanan anak zaman dulu hampir semua memenuhi unsur-unsur
yang disarankan oleh pakar edukasi modern. Mainan sederhana seperti loncat
tali, engklek, gobak sodor, benteng-bentengan adalah paket yang komplet. Ada
gerak motorik kasarnya, ada adu strategi, teamwork, sosialisasi, toleransi,
hingga menaati rule of the game
secara sportif.
Sepatu roda sungguh bagus bagi kesehatan. Tetapi
sayangnya, sepatu roda juga termasuk
barang mainan yang ada batas musimnya. Bila musim sudah berlalu, maka sepatu
menyehatkan itu bakal teronggok di rak atau tergeletak di pojok gudang. Dan anak-anak akan balik lagi memegang
gawainya. “Khusuk” menunduk, lupa makan lupa minum.
Andaikan musim sepatu roda segera berlalu, saya
berharap, apapun jenis mainan pengganti yang bakal populer, semoga permainan
yang menggerakkan raga dan mempererat tali perkawanan. Sebab bergerak dan
berkawan itulah sejatinya dunia
anak. adrionomatabaru.blogspot.com. #
sori gak tertarik nulis pilkada.
# Colek Cikgu ‘Lailatrie’, Ratna Hasmawati, Nia Nenia,
Linda Pebtin Kuncoro, Lia Kusuma Wardani, Ardiana Farry, Zayyin Amalia, Andriyani
Arifah, Indra Sari, Titik Surya Pamukti, Sunaryo Bagelen, Rini Rastuti.
Sign up here with your email
EmoticonEmoticon