# Satu
Mengapa orang-orang pada berambisi rebutan kekuasaan? Jangan-jangan penyebabnya adalah
karena terpengaruh oleh pesona ikon dari kekuasaan itu sendiri. Entah sejak
kapan, ikon kekuasaan selalu digambarkan dengan sebuah kursi. Dalam kerangka pikir
feodal-tradisional, kursi itu identik dengan tahta.
Tahta memang salah satu “ta” dari dua “ta” lainnya
(har”ta” dan wani”ta”), yang disebut-sebut sebagai pesona dunia (sekaligus
racun dunia). Mungkin itulah sebabnya mengapa ada kandidat yang sudah kaya raya
dengan aset triliunan rupiah masih getol berpacu merebut kursi wakil gubernur.
Harta yang tidak dikawinkan dengan tahta, rasanya memang belum sempurna.
Siapa yang tidak bangga bertahta di singgasana
puncak piramida kekuasaan? Kursi yang empuk memang melambangkan kemapanan yang
nyaman bagi siapapun yang mendudukinya. Kedudukan telah dipersepsi sebagai
kursi goyang dengan sejumlah fasilitas dan previlage yang bisa dinikmati dengan
rasa jumawah, tak peduli kaki kursi menindas ke bawah.
Barangkali anak-anak dekave (desain komunikasi grafis) perlu menciptakan ikon alternatif untuk menyimbolkan kekuasan dalam paradigma
dan cita rasa baru. Mungkin gambar sapu atau serbet untuk menggambarkan
pemimpin adalah pelayan masyarakat. Atau
gambar orang memanggul batu atau pikulan untuk memvisualkan visi
“kerja-kerja-kerja”? Gambar penggembala ternak? Bolehlah, karena pemimpin itu
bagaikan penggembala rakyatnya. Atau
gambar cangkul, sekrop, payung, kemucing, atau terserah apa saja sekehendak
imaji Sampeyan. Asal saja bukan gambar catut, atau palu sama arit.
# Dua
Dalam bahasa Jawa terdapat ungkapan, “ono uwong nggoleki kursi, ono kursi nggoleki
uwong.” Terdapat kondisi di mana ada orang berburu kursi, tetapi di sisi
lain juga terjadi kenyataan sebaliknya, justru ada kursi yang mencari sendiri
sosok yang pantas mendudukinya.
Untuk yang disebut terakhir inilah agaknya akan
muncul pemimpin yang mumpuni. Diam-diam sang kursi telah mengajukan sederet
syarat dan kualifikasi yang layak bagi yang hendak memakainnya. Begitu bertemu,
segeralah berjodoh, pantat dan kursi, bagai wadah ketemu isi.
Bila kursi telah mendapatkan orang yang dicarinya
maka sangat mungkin akan terjadi kondisi the
right man in the right place. Orang-orang yang diminta memimpin biasanya
akan lebih amanah. Jika ada orang didaulat untuk memimpin tanpa dia memintanya,
Insyaa Allah dia akan lebih amanah, dan Tuhan akan membantunya manakala menemui
kendala.
Dalam sebuah pengajian, seorang santri yang mengaku
takut menduduki kekuasaan, bertanya kepada
Gus Mus (KH Mustofa Bisri), “Kalau orang-orang memaksa saya menjadi
pemimpin, bagaimana sebaiknya, Gus?"
Kiai asal Rembang itu lantas menjawab agar diterima saja. Patokannya
adalah apabila Anda tidak meminta-minta kedudukan, isyaa Allah Tuhan akan
membantumu.
"Tapi bila Sampeyan
yang ngeyel jadi pemimpin, begitu
terbentur pada masalah, Allah akan bilang, ya sudah situ urus-urusen sendiri, wong
kamu sendiri yang kepingin jadi pemimpin," katanya.
Ah, saya jadi khawatir, jangan-jangan keruwetan dan
kegaduhan yang tidak habis-habis sekarang ini salah satunya ya karena itu, Gus:
kita dipimpin oleh orang-orang yang ngeyel,
memaksakan kehendak untuk jadi pemimpin. Lalu Tuhan ketawa saja melihat tingkah
polanya dalam mengatasi situasi dan problema. (adrionomatabaru.blogspot.com)
Sumber ilustrasi: bp.blogspot.com
Sign up here with your email
EmoticonEmoticon