SAAT POTENSI TERUNGKIT

 

Keterampilan membaca dan menulis seharusnya menjadi satu paket. Satu kesatuan. Seperti halnya bernapas, ada saatnya menghirup ada pula saatnya mengembus. Seirama bergantian. 

Terlalu banyak membaca tetapi tidak menulis tentu kurang bagus. Hanya menumpuk  pengetahuan untuk menjadi pandai sendiri. Hanya menjadi ilmu yang bersemayam di otak, tidak menjadi ilmu tertulis dan terdistribusikan. Sebaliknya terlalu banyak menulis tapi tidak diimbangi dengan membaca, produk tulisannya cenderung kurang berbobot karena miskin wawasan. 

Alhasil skill membaca dan menulis harus diasah bersama-sama. Oleh karena itu gegap gempita gerakan literasi yang mengimbau agar kita “gemar membaca”, seyogyanya juga dibarengi dengan ajakan “gemar menulis.”

Di lingkungan SD Islamiyah Magetan saya melihat mulai terbangun suasana kondusif.     Di sana ada Cikgu Iin Indrati, Bu Pinda sasa, dan guru-guru lain saling dorong saling ajak untuk menjadi terampil membaca sekaligus menulis. Bahkan sempat mengadakan webinar kepenulisan melalui Zoom. Tidak sekadar diklat tetapi benar-benar ditindaklanjuti dengan membuat karya nyata. Hingga akhirnya lahirlah buku antologi berjudul “Asamu Tetap Kami Jaga, Nak!” Senin kemarin sukses dilaunching dan mendapat apresiasi khusus dari Bupati Magetan BpkPrawoto serta mendapat kata pengantar dari Kadikpora Magetan Bpk Suwata, M.Si. 

Ini patut diapresiasi. Sebab, tidak gampang memotivasi guru (sosok yang sudah terbiasa memotivasi murid-muridnya). Murid lebih mudah disuruh membuat karya tulis karena mereka tidak bisa membantah dan takut diberi nilai jelek. Sementara mengimbau guru untuk membuat tulisan tidak mengandung sanksi sama sekali. Jadi, kesadaran dan motivasi internal sajalah yang membuat mereka bergerak menghasilkan buah pena. 

Penulis buku antologi ini cukup heterogen. Ada sebagian yang sudah mahir menulis, bahkan sudah punya prestasi nasional, ada yang sudah biasa menulis tapi disimpan saja dalam buku diary maupun HP, dan sebagian lagi masih pemula. 

Benar kata orang, mengawali adalah bagian yang tersulit. Demikian juga halnya dengan menulis. Sejumlah penulis yang terhimpun dalam antologi ini pada mulanya mengaku tidak mampu menulis. Tetapi faktanya, meski dengan sedikit paksaan dan dengan susah payah merangkai kata, mereka toh bisa juga. 

Sungguh ini langkah awal yang penting. Sebagaimana pepatah lama mengatakan, perjalanan ribuan kilometer diawali dari satu langkah pertama. Sebuah momen strategis dalam dunia pembelajaran. Perasaan ”oh, ternyata aku bisa” adalah tonggak awal untuk melahirkan karya berikutnya. Kepercayaan diri akan membuat pena penulis mengalir lancar, karena tidak diganggu oleh pikiran negatif dan rasa waswas bakal dibully pembaca. 

Pendidikan atau education konon memiliki akar makna mengungkit. Maka tugas pendidikan semestinya adalah mengungkit seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Pendidikan dikatakan sukses bilamana potensi siswa terungkit keluar dan menjelma menjadi kemampuan yang nyata. 

Lihatlah, begitu potensi guru-guru SD Islamiyah tersebut terungkit segera tampak hasilnya. Sebuah buku bunga rampai yang menarik dan layak baca.  Satu hal yang layak dicatat. Karya tulis seorang guru itu mengandung satu kekhasan. Logikanya tertata dan bahasanya mengalir runtut (mungkin karena sudah terbiasa menerangkan pelajaran di depan kelas). Sungguh ini modal utama untuk menjadi penulis yang baik.  Saya yang dipasrahi sebagai editor menjadi ringan tugasnya, tinggal koreksi typo, mengefektifkan kalimat, serta memberi sentuhan akhir di sana sini.

 Akhirnya, selamat untuk para penulis SD Islamiyah Magetan. Anda “guru plus” karena memiliki paket komplet:  terampil membaca dan menulis. Guru hebat berpotensi melahirkan siswa yang hebat pula.

(adrionomatabaru.blogspot.com)



 

 

 

Previous
Next Post »