SENSASI MAKAN NASI KIRIMAN


Kalau Engkau kebetulan anak petani, atau pernah turun ke sawah, pasti dapat merasakan betapa nikmatnya makan nasi kiriman. Ketika matahari setinggi penggalah, ketika peluh telah keluar, lalu kita minggir ke pematang, istirahat sejenak di pondok bambu. Pada saat itulah datang nasi kiriman lengkap dengan sayur dan lauk ala desa. “Ngasoh disik Lur, monggo sarapan.”

Tapi kini zaman sudah berubah. Engkau tidak perlu menjadi petani dulu untuk mendapatkan nikmat makan dalam suasana seperti itu. Tidak perlu badan belepotan lumpur dan bersimbah peluh dulu. Juga tak perlu merasakan siklus kesedihan rutin petani, yaitu harga pupuk naik ketika musim tanam dan harga gabah anjlok ketika musim panen. (Padahal rasa lapar dan kerepotan juga merupakan prasyarat dari nikmatnya makan).

Inilah era komiditifikasi. Semua hal bisa dikomoditaskan. Termasuk kenangan makan nasi kiriman di tepi sawah. Semua bisa dikemas menjadi paket wisata kuliner potensial. Maka warung dan café “mewah” (mepet sawah) bermunculan di mana-mana. Salah satunya di NK Café yang berdiri di tepi hamparan sawah kawasan Desa Ampeldenta, Kec. Karangploso, Kabupaten Malang.

Benar-benar di pinggir sawah. Karena sawah menjadi “foreground” utama dan pendapat porsi yang besar. Sementara bangunan untuk restorannya “mengalah” berdiri di perengan dekat kali Mewek. Kontur kemiringan tanah justru dimanfaatkan untuk mendirikan bangunan bertingkat dan menyajikan jalan berundak  yang memberi sensasi  naik turun tangga bagi pengunjungnya.

Saya pikir ini konsep yang cerdik.  Memanfaatkan lahan pinggiran secara optimal. Sedang areal utamanya tepat utuh sebagai sawah produktif.  Hanya satu petak sawah yang sengaja dikeringkan dan dialihfungsikan untuk tempar parkir kendaraan tamu.

Untuk memenuhi kaidah entertainment, tentu saja tampilan sawah tidak dibiarkan begitu saja. Perlu dikemas agar menghibur, enak dipandang, dan instagramable. Maka tanamannyapun dibikin variatif. Sawah bagian tengah ditanami padi. Petak sebelah timur ditanami lombok. Petak barat ditumbuhi bawang merah. Sementara di seputar petah sawah digali parit melingkar untuk kolam ikan nila.

Tidak lupa dibangun background dan ornamen-ornamen untuk kepentingan selfi.  Disiapkanlah bangku taman dan sepeda pancal jadul. Otomatis para selfiyer bergantian memegang setir, pura-pura berboncengan dengan pasangan, lalu potrat-potret tiada henti.

Untuk kepentingan branding, tak lupa dimasukkan unsur lokalitas. Warga Kota Malang dikenal memiliki  bahasa gaul yang khas: boso walikan. Kata-katanya dibalik. Panggilan “Mas” menjadi “Sam”. Makan menjadi Nakam. Kubam kawalumet (Mabuk Temulawak). Maka merekapun memberi inisial warungnya dengan “NK”, singkatan dari “Nendes Kombet” alias “Senden tembok (bersadar tembok).

Pak Lukman, Pengelola NK menggatakan, usaha kulinernya ini merupakan kontribusi unsur swasta untuk mendukung,  program 100 hari Pak Bupati Kabupaten Malang. Pengembangan industri kreatif UMKM, setiap desa diminta mengembangkan desa wisata.

“Nah tempat kami ini lebih dari itu. Sebab pengembangannya nanti, kami menjangkau sampai menjauh ke seberang sungai sana itu. Lintas desa. Kami di Ampel Denta sana Desa Nginjo” katanya sambil tangannya menunjukkan lahan di seberang sungai. Rencananya nanti, disitu akan dibangun jembatan gantung untuk menghubungkannya.

Begitulah, segalanya telah tersedia. Sekarang, bila ingin merasakan sensasi makan nasi di pinggir sawah, kita bisa mendapatkan secara instan. Cuma butuh tiga langkah praktis: Buka Gugelmep, lacak lokasi, meluncur ke TKP.

adrionomatabaru.blogspot.com

# rapatsambilkuliner-inkindojatim

 

 

Previous
Next Post »

1 comments:

Write comments
Yaudah
AUTHOR
April 3, 2021 at 10:05 PM delete

Poker online dengan presentase menang yang besar
ayo segera bergabung bersama kami di AJOQQ :D
WA : +855969190856

Reply
avatar