MICROTEACHING KEREN

 

Setiap melihat sesuatu yang baru orang cenderung membandingkan dengan referensinya di masa lalu. Begitu juga ketika saya memasuki ruang Laboratorium Microteaching dan Lab. Virtual Reality milik Universitas Nahdhlatul Ulama Surabaya (Unusa), kemarin. Dua lab ini masih kinclong, baru diresmikan Februari lalu. 

Begitu mendengar kata microteaching, ingatan saya langsung flashback ke era 80-an, ketika saya masih kuliah di IKIP Malang (sekarang UM). Dulu mikroteaching yang kami praktikkan sederhana sekali. Cuma  simulasi praktik mengajar berskala kecil, di hadapan sejumlah teman-teman seangkatan yang pura-pura berperan sebagai murid. Terus kami praktik mengajar secara bergantian. Di sudut ruang ada dosen yang menjadi pemantau sekaligus evaluatornya. Praktik seperti itupun sudah membuat kami cukup berdebar, mengingat itulah kali pertama harus tampil mengajar. Agak waswas, karena takut ada “murid” yang iseng menguji kami dengan pertanyaan yang sulit. 

Tetapi lab. microteaching di hadapan saya ini lain. Sudah sangat canggih. Bahkan Prof. Mohammad Nuh, Ketua Yayasan Yarsis, menginformasikan, perangkat yang digunakan di lab. tersebut merupakan yang pertama kali digunakan di lingkungan lembaga pendidikan di Indonesia saat ini. 

Peralatannya sudah seperti studio televisi atau broadcasting. Di setiap sudut dan bagian tengah ruang terpasang kamera yang bertugas menyuting selama kegiatan microteaching berjalan. Kemudian langsung menayangkan ke layar monitor sekaligus merekamnya untuk dibuat paket bahan ajar. Tayangan ini juga bisa diakses secara streaming lewat jaringan internet.   

Di bagian depan kelas terdapat papan tulis cerdas yang bernama interactive board. Bentuknya berupa televisi layar datar berukuran besar, tapi sudah memiliki kemampuan touch screen. Layar dapat disentuh untuk membuka presentasi power point, mengklik website, atau menayangkan video Youtube. Tayangan video bisa distop pada bagian yang diinginkan, lalu guru dapat menuliskan catatan tangan di atas tayangan itu dengan pena khusus.  

Di samping interactive board terdapat perangkat lightboard. Ini semacam papan tulis tetapi tembus pandang. Apabila guru ingin memperjelas paparan dengan menuliskan sesuatu, maka dia tinggal menulis di lightboard tanpa harus memunggungi siswanya lagi. Wow, betapa menjadi menyenangkan sebuah proses pembelajaran, bila didukung teknologi yang keren. Tetapi tentu saja guru tidak boleh hanya mengandalkan kecanggihan alat semata. Kreativitas dan skill mengajar tetap vital agar proses belajar berlangsung menarik dan efektif. 

Berikutnya saya bergeser masuk ke Laboratoium Virtual Reality (VR). Dengan teknologi VR  ini  pengguna dapat berinteraksi dengan lingkungan yang ada dalam dunia maya yang disimulasikan oleh komputer, sehingga pengguna merasa berada di dalam lingkungan tersebut. 

Saya dan Mas Syaiful Rahman berkesempatan mencobanya. Caranya dengan mengenakan headset khusus VR yang diikatkan di kepala hingga menutup mata. Di kedua tangan tergenggam stik yang berfungsi sebagai jari-jari tangan yang dapat menyentuh alam virtual. 

Kali ini saya mencoba praktikum  tentang anatomi manusia. Materi ajar ini biasanya untuk mahasiswa kedokteran dan keperawatan. Secara naluriah saya klik tombol “anatomi wanita”. Nah lo, tertayang seluruh anatomi kaum hawa itu di layar teropongku.  Tertayang pula di layar monitor besar yang ada di sudut laboratorium. 

Selanjutnya hampir saja secara refleks saya melanjutkan menekan tombol organ “reproduksi”. Tapi tidak jadi, karena saya sungkan kepada Pak Dosen yang mengantar saya ke sana.. hehehe. Maka saya pun klik tombol sekenanya. Dan tertayanglah sistem syaraf wanita.







 

 

 


Previous
Next Post »

1 comments:

Write comments
Yaudah
AUTHOR
April 3, 2021 at 9:51 PM delete

menangkan uang sebanyak-banyaknya hanya di AJOQQ :D
AJOQQ menyediakan 9 permainan seru :)
WA;+855969190856

Reply
avatar