MUDIK DAN NGEKSIS



Barangkali tak ada kata yang kaya nuansa selain kata mudik. Tanyakan kepada 10 orang tentang mudik, Anda akan menemukan nuansa dan kisah yang beda-beda. Berikut dua fragmen yang menggambarkan tentang hal itu.

Di dalam sebuah GrabCar, iseng saya bertanya pada sang driver online: “Menjelang Lebarang gini, apa pihak aplikator Grab juga kasih semacam THR?”

Sopir ini menggeleng, tapi segera meralatnya: “Bukan THR, Pak. Tapi bonusnya dinaikin. Biasanya kalau mencapai target 10 trip dapat Rp.400 ribu. Nah, kalau pas seminggu masa Lebaran, bonusnya jadi  satu juta.”

“Wow, enak ya. Dua kali lipat lebih itu.”
“Ah enggak juga. Kan tidak bisa libur. Kalau saya sih tetep pilih mudik, Pak.”
Jadi bagi Pak Warsono ini, mudik tetap lebih mahal nilainya ketimbang bonus yang berlipat.

Tempo hari Kedanyang fred chiken mengumumkan di grupWA, bakal tutup melayani pembeli dari 14 hingga 23 Juni. Prei, kepingin ketemu dulur kabeh, katanya memberikan alasan.
“Lho sedang laris-larisnya kok malah prei?” pancing saya.

Menurutnya, berdasar pengalaman, memang sebaiknya libur. Jualan pas Lebaran memang laris tapi cuci piringnya juga banyak, harga ayam potong juga sedang mahal-mahalnya. Terus kalau warungnya tutup pasca halal bi halal dia justru kehilangan peluang untuk dapat pesanan ayam goreng kotakan. “Pokoke rugi, Mas.”

Jadi, bagi warung ayam goreng di Gresik ini libur 10 hari untuk anjangsana udara lebih menguntungkan baginya.

Pekan ini satu per satu tetanggaku sudah pada mudik. Kemarin ada yang ambil mobil rental untuk memulai perjalanan darat ke Banyuwangi. Tadi pagi ada yang ikut rombongan mudik gratis bersama Dishub Kab. Sidoarjo. Sedang saya? Wis tak jogo kampung wae.

Begitu tinggi “nilai” yang ada di dalam mudik. Sehingga para mudiker rela berdesakan rebutan  berebut tiket, mau bayar ongkos transportasi yang lebih tinggi, serta menenggang kemacetan di jalanan, demi dapat segera mencapai kampung halaman.  Beruntung tahun ini arus mudik berjalan relatif lancar. Banyaknya jalan tol baru dan masa libur Lebaran yang diperpanjang agaknya menjadi faktor penyebabnya.

Harus diakui, kebanyakan penghuni kota umumnya orang udik asli. Maka setahun sekali mereka benar-benar ingin menuju ke asal, kembali mudik, dari hulu menuju udik. Tujuannya untuk sungkem sebagai bentuk bakti kepada orang tua, mengakrabi kembali sanak famili, sambil bernostagia indah menghirup atmosfir lingkungan masa bocah.

Tapi agaknya mudik bukan lagi sekadar prosesi silaturahmi. Banyak faktor ikutan yang kadang justru membawa problem tersendiri.  Dari kendaraan yang ditunggangi hingga gaya dan asesoris yang dipakai pemudik saat di desa, sedikit banyak telah membentuk citra bahwa “orang kota” pastilah “orang kaya”, Ini semacam politik pencitraan tubuh yang paling konkret pada diri mereka. Padahal citra tidak identik dengan realitas.

Dampaknya, butuh sejumlah properti penunjang berupa gadget, busana branded, hingga testimoni semi manipulatif untuk menjaga agar citra diri tetap terjaga. Tentu semua itu tidak masalah bagi mudikers yang memang benar-benar hidup jaya di kota besar. Tetapi bagi yang pas-pasan, pencitraan yang berlebihan bisa menjadi beban.

Beban itu langsung terasa begitu mereka tiba kembali di kota. Uang habis terkuras, tagihan tersodor di depan hidung. Semuanya “back to nature”. Kembali bekerja keras kejar setoran, berdiri berhimpitan di busway atau buskota, berlarian mengejar checklock. Memburu rupiah untuk menutup angsuran rumah, kendaraan, kartu kredit, dan koperasi.

Lha, bulan depan tahun ajaran baru. Anak-anak masuk sekolah/kampus baru, tentu dengan anggaran baru.  Dalam suasana yang demikian kompetitif,  bisnis kudu terus diurusi. Bersusah payah kendalikan chasflow, sambil lobi sana sini mencari peluang proyek.

Hidup memang penuh dinamika dan jebakan tipu daya. Jadi ya dilakoni saja. Lihatlah, nanti tahu-tahu Lebaran tahun depan bakal datang lagi. Lalu kita kembali melakukan ritual mudik sekaligus “ngeksis” lagi. Maka pegang erat prinsip hidup orang zaman now ini: “biar kalah di penghasilan jangan sampai kalah di penampilan.” Hehehe...

Selamat mudik.  (adrionomatabaru.blogspot.com)

Previous
Next Post »