HADIAH BUKU



“Hadiah terbaik itu adalah memberi buku,” ujar dr. Muhammad Thohir, Sp. KJ sambil memberiku sebuah buku menarik berjudul “Maghfirah Total.”  Sambil menerima hadiah itu saya menambahkan dalam hati, “apalagi jika buku itu adalah karya sendiri, maka hadiah akan kian terasa istimewa.”

Tentu saja saya menerimanya dengan senang hati, pemberian Pengurus Yarsis (Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya) yang banyak menulis buku itu. “Dibaca ya,” tambah mantan wakil ketua MUI Jatim ini sembari membubuhkan tanda tangannya.

“Wah, buku berat ini, buku tasawuf,” celetuk saya. Dokter Muhammad tidak sependapat. “Ini ringan kok. Untuk motivasi dan memberi harapan baru bagi mereka yang terpeleset oleh tipu daya setan.”
Saya ingin segera membaca, apalagi kutengok sekilas ada subbagian yang berjudul “Pemutihan Dosa-dosa.”  Bukan hanya saya, Pak Sukemi juga dihadiahi buku berjudul “Ayat-ayat Tauhid” seusai kami bertiga berbincang hangat.

Saya sepakat memberi buku adalah hadiah terbaik. Karena itu saya juga memberikan sebagian karya saya kepada teman dan kerabat dengan gratis. Sungguh senang bisa berbagi. Apalagi juga kemudian mendapat respons yang spesifik, bukan sekadar bilang bagus atau keren. Respons spesifik, seperti “pisau bedahmu tajam” atau “aku suka bagian tengahnya” atau kritik “closingnya kok ngambang?” dll,  menandakan buku tersebut dibaca olehnya.

Tapi saya pernah kecewa, gara-gara memergoki rak buku teman saya. Di sana terselip sebuah buku karya saya, masih rapi. Masih terbungkus plastik segel.  Oh, andai tidak takut  kuwalat “mataku bakal timbil” niscaya akan kuminta balik buku pemberianku itu.

Barangkali ada baiknya tidak memberi buku kepada sembarang orang. Bahkan, kata teman saya, Pak Dahlan Iskan tidak suka bagi-bagi bukunya yang kerap best seller  itu. Alasannya logis, buku pemberian cenderung tidak dibaca, karena dia tidak mengorbankan uang untuk mendapatkannya.

Terlepas Anda setuju mengasih hadiah buku atau tidak, bagi saya yang penting adalah terus menulis  yang –semoga-- bermanfaat. Saya kagum saat dokter Muhammad mengatakan, “saya ndak mikir dapat royalti berapa. Pokoknya saya anggap ini sebagai dakwah bil qolam.”
adrionomatabaru.blogspot.com

# Tulisan ini sekaligus memenuhi tantangan Teguh Wahyu Utomo.

Previous
Next Post »