SIHIR JARAN GOYANG


Dari pagi hingga petang berkali-kali mengalun suara penyanyi Nella Kharisma, si “Jaran Goyang”. Di panggung hiburan,  acara reunian, hayatan manten, senam erobik, penjual VCD, warkop, gerdu, bakul gethuk, salon tetangga, hingga dalam bus wisata semua mengumandangkan bait-bait yang sama:

Apa salah dan dosaku, sayang
Cinta suciku kau buang-buang
Lihat jurus yang kan ku berikan
Jaran goyang, jaran goyang...

Ini lagu memang enak didengar dan endut-endutan dibuat goyang. Bahasa lokalnya terasa akrab di telinganya orang Jawa. Pokoknya berjoget saja, tak usah terlalu serius menanggapi syairnya, apalagi sampai menghayati pesan moralnya.

Memang apa pesan moralnya? Mosok lagu kok isinya mengajarkan jurus jadul yang ngawur, “cinta ditolak, dukun bertindak.”  Bahkan salah satu rapp dalam lagu koplo ini berisi ancaman sadis: Ini terakhir, cara tuk dapatkan kamu. Jika ini gagal, kan ku racuni dirimu.”

Jadi, kalau sudah eksplisit begitu, kenapa lagu Jaran Goyang tidak dilarang saja? Karena telah mengajarkan perdukunan dan memopulerkan ilmu pelet, gendam asmara, aji pengasihan Jaran Goyang dan Semar Mesem?

Selow wae bebi. Tak perlulah sensi dan seekstrem itu. Kita ini hidup di bawah atmosfir “budaya dangdut”, maka  cara bersikap yang bijak adalah dengan gaya “dangdutan” pula.

Dunia dangdut itu dunia goyang, sebuah wahana untuk bergembira seraya lupakan semua keruwetan hidup maupun himpitan keadaan.  Tak peduli mau lirik model apa, yang penting  goyang pinggul seasyik-asyiknya. Dengar itu: “Ora ngerti lagune, ra kenal penyanyine, sing penting aku njoget wae.....“ (lagu Pokoke Joget).

Maka sah saja bila ada penyanyi yang menyuarakan derita “Bojoku Galak” tetap senyam-senyum dan berjoget ria. Tanpa rasa sedih, tanpa perlu mengaitkan dengan pasal-pasal KDRT. 

Kalau ada lagu merana karena cinta ya tetap harus dibawakan dengan riang gembira, persetan dengan aspek penghayatan yang diajarkan dengan menggebu oleh juri audisi akademi dangdut di tivi itu. Pokoknya lirik dan nada tak wajib diselaraskan, semua boleh jalan sendiri-sendiri. 

Bukankah ketidakcocokan antara ucapan dengan perbuatan juga sudah jamak terjadi di mana-mana? Ketidaksesuaian antara moralitas dengan profesi yang diemban, antara cara berfikir dengan gelar yang disandang, adalah kenyataan keseharian. Dengan logika berfikir seperti itu, maka tidak usah khawatir dengan dampak buruk dari lirik Jaran Goyang yang rada ngaco itu.

Demikian juga sebaliknya, bila ada sederet pesan moral dalam sebuah lagu dangdut, jangan terlalu berharap akan membawa pengaruh positif yang signifikan. Kalau ada penyanyi panggung meliuk erotis sambil melantunkan lagu berlirik amat edukatif: “Tutupen botolmu... tutupen oplosanmu.....”, maka jangan heran jika di bawah panggung  para penonton terus berjoget dengan terhuyun-huyun lantaran dalam kondisi teler berat.

Lagu Rhoma Irama yang  sarat muatan dakwah tetap banyak yang request, karena enak iramanya, bukan karena diminati ajakan kebaikan di dalamnya. Sambil terus berjudi remi, penggemar dangdut tetap bisa manggut-manggut mengikuti wejangan Bang Haji: “Judi (judi) meracuni keimanan....”

Apakah ini pertanda kebebalan suatu kaum? Tak perlu gegabah berpurbasangka buruk seperti itu. Sebab, jangan-jangan mereka telah sampai pada level surrealistis, bersemayam di atas realitas.  Boleh jadi ini sebentuk ekspresi “sufistik”  ala rakyat jelata. Mereka tak lagi kaget dengan kebahagiaan mendadak maupun guncangan duka yang datang sewaktu-waktu. 

Nyanyian duka nyanyian suka, tarian duka tarian suka, apakah ada bedanya?, tanya Franky Sahilatua dalam lagu Terminal

Bukankah hakikat kegembiraan dan kesedihan sama-sama cobaan hidup? Jadi tidak perlu terlalu dipikiri supaya tidak menjadi tinggi hati atau jatuh frustrasi. Beban kesengsaraan yang memberat di pundak sesekali perlu ditaruh di bumi, lantas seruput kopi, ngudud rokok, dan njoget sak kesele.  Kate la opo maneh? Ket mbiyen urip yo pancet koyok ngene-ngene ae. Tarik Maaang...

Dan dudidam aku padamu, I love you.
I can’t stop loving you oh darling.
Jaran goyang menunggumu.....[]

adrionomatabaru.blogspot.com

ilustrasi:  kirandulawe.com, 1.bp.blogspot.com
Previous
Next Post »