Meski saban hari bergumul dengan kegiatan baca-tulis-buku,
nyatanya tidak banyak guru yang menulis buku. (Saya tidak tahu kenapa terjadi
ironi seperti ini). Tetapi di antara yang sedikit tersebut ternyata ada Cikgu
Indra Sari yang mencoba keluar dari ironi itu. Lantas lahirlah karya perdananya
dengan judul “Sekolah di Dalam Makna Sebutir Padi.”
Begitu hadir sebagai buku segera terlihat betapa
banyak faedahnya. Pesan dan gagasannya bisa menyebar ke mana-mana. Pengalaman
pendidik dari SD dan SMP Insan Teladan Bogor ini juga bisa menginspirasi
sekaligus dapat diaplikasi oleh guru-guru yang lain.
Saya terima paket buku itu Sabtu kemarin via JNE (thanks, Bu). Gak pake
menunda, saya langsung melahapnya. Menurutku buku Bu Indra Sari menarik justru karena
tidak bertebaran teori-teori belajar para dewa yang rumit dan konseptual. Tidak
muncul ekspisit definisi teori konstruktivisme, humanistik, pendekatan kontekstual,
maupun cooperative learning, tetapi
semua konsep abstrak itu telah melebur dalam sajiannya yang mengalir lancar dan
membumi. “Lakukan, maka segala teori akan lebur dalam tindakan,” begitu
tulisnya (halaman 109).
Bacalah, betapa serunya proses pembelajaran yang
dikembangkan di sekolah yang berlokasi di Kalisuren RT1/X, Tajurhalang, Kab. Bogor
itu. Ada kegiatan outdoor mengajak
siswa mengamati sawah sekitar sekolah, melihat proses pengeringan padi, praktik
ani-ani, hingga merontokkan padi yang
membuat proses belajar menjadi amat menyenangkan dan bermakna.
Bahkan Akbar mampu menemukan makna hidup ketika dia
bilang:
“Bu Guru, berarti kita harus melepaskan perbuatan-perbuatan
yang tidak baik ya?”
“Lho memang kenapa Akbar?” tanya Cikgu menggali lebih
jauh pendapat siswanya.
“Lihat Bu, untuk menjadi beras yang bersih, padi
harus melepaskan kulitnya. Jadi kita harus seperti itu, Bu,” kata siswa SD itu.
(halaman 49).
Banyak model dan metode pembelajaran kreatif yang disharing dalam buku ini. Mulai dari duduk
hening menjelang jam pelajaran, praktik demokrasi, membangun empati, study circle, role playing, hingga kelas integrasi. Kelas integrasi ini unik dan
layak dicoba di sekolah lain.
Bisakah Anda membayangkan bagaimana jadinya jika
satu kelas berisi campuran siswa mulai TK, SD, hingga SMP? Di sekolah Insan Teladan, hal itu rutin
dilakukan dua bulan sekali. Kelas integrasi yang mengandung banyak pendidikan karakter itu amat
dinanti-nanti oleh siswa.
Siswa besar belajar membimbing yang kecil. Siswa
kecil hormat kepada kakak kelas. Dengan berkegiatan bersama otomatis terjadi interaksi,
toleransi, dan teamwork. Inilah
praktik nyata dari cooperative learning ala Bogor.
Sampeyan, berminat mencobanya? Kepingin
tahu persiapan teknis dan proses detailnya? Hubungi saja Bu Indra Sari. Saya
rasa beliau bersedia membantu. Selamat mencipta sekolah yang menyenangkan,
Cikgu! (adrionomatabaru.blogspot.com)
Sign up here with your email
EmoticonEmoticon