BERSAMA PROF. SUGIMIN

 


Namanya sederhana dan ringkas. Sebuah nama yang segera memunculkan sederet fakta bercampur prasangka. Di antaranya pemilik nama itu pastilah orang Jawa, penampilannya bersahaja. Tak banyak tingkah. Nama Sugimin kira-kira cocoknya berprofesi petani utun atau pedagang lugu. 

Sebagian stereotipe di atas  memang benar adanya, tapi tidak seluruhnya. Sugimin yang satu ini memang orang pribumi asli, lahir di desa kawasan Klaten, Jawa Tengah.  Tetapi dirinya tidak identik dengan orang kebanyakan. Karena di depan namanya telah tertera gelar mentereng: Pro-fe-sor! 

Ini merupakan capaian tertinggi di kalangan akademisi, puncak piramida kelas sosial dan intelektual  di perguruan tinggi. Istimewanya, jabatan fungsional profesor di ITS Surabaya itu telah diperoleh tahun 1997, ketika jumlah guru besar belum “sebanyak” seperti sekarang ini. Dirinya termasuk salah seorang perintis berdirinya Fakultas Sains dan Analitika Data (FSAD) ITS yang terus berkembang hingga sekarang.

Walhasil Prof. Sugimin memang keluar dari keumuman. Melejit dengan sederet prestasi dan membanggakan. Maka kini namanya menjadi bercita rasa eksotis dan keren. Apalagi di belakang namanya diberi tambahan WW yang ternyata singkatan dari Wahyu Winata. Yang pasti dirinya lebih suka dengan menampilan singkatannya saja yaitu WW. Mengapa? 

“Ya karena bagus. Seperti nama website www dot com,” katanya seraya tertawa. Profesor yang satu ini memang suka bergurau. Sense of humornya bagus sekali. Termasuk keberaniannya dalam menertawakan diri sendiri maupun keberadaannya. Sebuah penanda bahwa beliau adalah pribadi yang matang, rendah hati, dan telah selesai dengan segala kegalauan dan urusan citra diri. 

Yang jelas dalam usia berkepala delapan Prof. Sugimin masih tampil menjadi manusia yang produktif. Masih memberi giat kuliah di beberapa perguruan tinggi, antara lain di ITS dan Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Ke mana-mana masih nyetir mobil sendiri. “Saya masih berani jalan 100, lho,” katanya dengan pede. 

Tentu banyak cerita menarik yang dapat digali darinya. Bukan sekadar menarik sebagai bahan obrolan tetapi juga penuh makna. Banyak pelajaran yang dapat dipetik dari pengalamannya yang panjang. Belum lagi sikap, perilaku, dan pemikiran pastilah berguna bagi sesama, baik untuk kaum terdidik maupun kaum awan. 

Karena sudah sekelas “begawan”, maka yang dibincangkan bukan lagi wacana yang tersekat-sekat oleh disiplin ilmu atau topik sektoral yang kaku bagai silabus mata kuliah. Sudah lintasbidang, bahkan multidimensi. Tatkala dirinya sedang membahas masalah ilmiah maka bisa saja melebar ke ranah ilahiah. Dari diskusi tentang dunia alam natural Sang Profesor enak saja masuk ke alam konseptual dan merambah alam supranatural. Pendeknya mengasyikan sekaligus mengusik pikiran dan perenungan. (*)

adrionomatabaru.blogspot.com

 

 


 

Previous
Next Post »