PULIHKAN KEPERCAYAAN

 


Tidak gampang mengembalikan kepercayaan yang sempat goyah akibat terpaan Covid dan derasnya paparan pemberitaan. Ir. H. Rofiq Ali Pribadi, MT, pengusaha kuliner Rawon Nguling, mengalaminya. 

Tapi hari-hari ini dirinya mulai bisa bernapas lega, karena berangsur-angsur rumah makan legendaris yang berada di Jalan Raya Tambakrejo 75, Tongas, Probolinggo, itu mulai didatangi konsumen. “Alhamdulillah pembeli sudah mulai ramai, tapi belum pulih seperti dulu,” katanya saat kami makan di sana. 

Dia layak bersyukur mengingat tahun lalu usahanya menyurut bahkan sempat tutup satu bulan lebih. Penutupan dilakukan karena keluarga pengelola rumah makan terpapar Corona, hingga ada yang wafat dua orang. H. Rofiq beserta isteri juga sempat terkena sehingga harus opname dan karantina 10 hari.  Waktu itu sampai muncul istilah klaster Rawon Nguling Probolinggo. Menjadi heboh viral pada saat masa awal-awal serbuan Covid. 

Kejadian itu memukul cukup telak. Apalagi waktu itu Rawon Nguling sempat dijadikan proyek percontohan sebagai destinasi kuliner yang menerapkan protokol kesehatan. Telah pula dibuatkan videonya oleh pemda dan ditayangkan untuk kepentingan promosi pariwisata daerah. Eh, ternyata kena juga. 

Ini kendala yang beruntun. Karena sebelum didera Corona, omzet rumah makan ini sudah menurun akibat kehadiran jalan tol transjawa. Orang yang tengah melintas di tol mulus memang cenderung malas turun “hanya” untuk mampir makan rawon. 

Bukan dirinya saja yang kerepotan. Karyawannyapun susah. Mereka turut tertimpa stigma dan dikucilkan oleh warga. Empat karyawan yang dinyatakan negatif Covid saja tidak bisa pergi leluasa. “Kalau mereka antre beli bakso, pembeli yang lain sudah minggir semua. Sampai-sampai dia diusir sama pedagang baksonya supaya pelanggan yang lain tidak bubar. Belanja ke pasar juga dijauhi orang. Kasihan pokoknya,” katanya mengenang. 

Seperti judul novel “Badai Pasti Berlalu”, setidaknya H. Rafiq merasakan saat ini badai hampir berlalu. Orang sudah tidak takut lagi berkunjung menikmati “black soup” di sini. Kebutuhan daging sapi lokal per hari secara bertahap mulai meningkat, menjadi satu kuintal lebih. 

Agaknya jenama (merek) Rawon Nguling yang melegenda, turut mempercepat pemulihan.  Sudah berdiri sejak 1940. Sejumlah pejabat dan pesohor pernah marung di sini, salah satunya adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. 

Uniknya, dulu namanya bukan rawon Nguling, tetapi warung Lumayan. Tetapi orang-orang biasa menyebut warung Nguling karena letaknya persis di sebelah timur pasar Nguling. “Akhirnya kami ngikut pendapat umum. Namanya diganti dengan rawon Nguling,” katanya. Tidak hanya mengganti papan nama,  bisnis keluarga inipun mematenkan merek tersebut. 

Dan ternyata hak paten ini banyak gunanya. Beberapa kali ada pihak lain yang mencoba menunggangi kepopuleran rawon Nguling. Ada yang sempat buka gerai Bandara Juanda, di Probolinggo, juga di Jakarta yang terlacak lewat IG. 

“Mereka saya telepon dengan baik-baik. Biasanya mereka menurut. Tapi ada juga satu warung di Jakarta yang ngeyel, ternyata dia mengaku tetangga dari Nguling sini, waduh repot iki,” katanya. 

Secara administratif domisili rumah makan Pak Rofiq  berada di  Kec. Tongas sehingga masuk Kab. Probolinggo, tetapi sebutan Nguling mengacu kepada salah satu kecamatan di Kab. Pasuruan. Posisi di perbatasan ini sempat menjadi dilema. 

“Pemkab Probolinggo kadang tak mau membantu mempromosikan karena seolah membantu kabupaten lain. Begitu juga sebaliknya, Pasuruan juga enggan mendukung karena lokasi usaha kami berada di luar kabupatennya,” kata Direktur CV Kharisma Pratama Consultant ini. (*)

 adrionomatabaru.blogspot.com



 

 

Previous
Next Post »