PROFESIONAL JALANAN

 

Pengamen belia itu telah menuntaskan “tugasnya” menyanyikan tiga lagu secara medley. Kemudian, seperti biasa, dia mengeluarkan kantong plastik bekas bungkus permen Sugus, lalu menyodorkan ke setiap penumpang bus kota yang sedang mendekati terminal Purabaya. Diucapkan terima kasih disertai anggukan hormat  setiap ada uang receh nyemplung ke kantong keberuntungannya. 

Kegiatan pemungutan uang, yang disebutnya sebagai “bunga-bunga sosial Anda”, segera dihentikan begitu dia sudah sampai di kursi terbelakang. Rezeki itu pun dimasukkan saku tanpa dihitung lebih dahulu. 

Bus baru sampai kawasan rutan Medaeng, sehingga dia tidak bisa turun segera. Untuk mengisi waktu luang, dia mainkan kembali ukulele kusamnya. Duduk di bangku belakang yang baru saja kosong ditinggalkan pantat penumpang yang turun di Golkar A Yani. Saya yang duduk di dekatnya jadi bisa leluasa mengamati gerak-geriknya. 

Dia bersenandung begitu nyaman, padahal sudah tidak ada lagi penumpang yang akan kasih lembar dan koin rupiah. Bukankah secara ekonomi, itu pemborosan tenaga? Malah dia kemudian serius jrang-jreng mencari-cari irama baru sambil menempatkan ujung jari-jari kirinya mencari kunci nada yang pas dengan lagu yang dilafalkan secara terbata-bata. Oh, rupanya dia sedang mempelajari satu lagu baru. Melengkapi perbendaharaan lagunya, agar sajian performance berikutnya tidak itu-itu saja. 

Dari pengamen belasan tahun itu diam-diam saya belajar tentang profesionalisme, dalam wujud perilaku nyata. Bukankah salah satu indikator profesional adalah mempersembahkan karya sebaik mungkin? Senantiasa memberikan layanan optimal dan memuaskan? 

Sebagai pengamen jalanan, dia tidak harus repot-repot menyempurnakan tampilannya. Buat apa? Wong dengan bekal alat musik ecek-ecek dari kempyeng tutup botol saja sudah dapat cari uang kok. Dengan menyanyikan lagu asal-asalan pun tidak mengapa, siapa peduli? Tetapi pengamen yang satu ini agaknya beda. 

Diam-diam saya jadi tersindir, sebab dalam banyak hal saya masih gemar bekerja dalam pola minimalis. Apalagi ketika masih kerja menjadi karyawan dulu. Saya maunya bekerja standar-standar saja, toh transfer bulanannya tetap sama. 

Lalu saya jadi teringat Pak Didiet Hape, pengasuh anak-anak jalanan di sanggar Alan-alang Surabaya. Kepada asuhannya beliau mengajarkan pentingnya bertingkah sopan dalam mengamen. Dengan demikian orang akan membalas jasa pengasong lagu itu dengan senyum gembira, bukan terpaksa. 

Sejak bertemu dengan pengamen itu saya jadi terkesan dengan sikapnya, lalu kepingin mencontohnya. Kalau punya waktu longgar, saya usahakan meningkatkan diri agar dapat berkarya lebih baik lagi.

Seyogyanya saya tidak membatasi diri, hanya mau menulis kalau mengandung honor saja (sebagaimana pengamen yang merasa cukup hanya mempersembahkan sepotong lagu pendek). 

Maka di sela mengerjakan garapan, saya pun refreshing dengan cara menulis hal-hal ringan yang saya inginkan, lalu kuunggah di sini. Untuk bersenang-senang, syukur-syukur bermanfaat bagi orang.(*)

 adrionomatabaru.blogspot.com

ilustrasi: allison-ukuleleblogspot.com

 

 

Previous
Next Post »

1 comments:

Write comments
Anonymous
AUTHOR
January 30, 2022 at 11:39 PM delete

Coin Casino | Claim Your Bonus at Online Casino!
No deposit bonuses are just for playing in online casino games 온카지노 that 메리트카지노 you can't find anywhere else. These casinos let you win real money playing 인카지노 for free or

Reply
avatar