JEBAKAN ‘COPY PASTE’

 

Hati-hati dengan “salin-tempel”, sebab dia lebih berbahaya dibanding sekadar “salam-tempel”. Fasilitas copy paste dalam komputer memang disediakan untuk mempermudah dan mempercepat pengguna dalam menduplikasi suatu dokumen. Tetapi awas, jangan sembrono melakukan “copy paste” dalam kegiatan kepenulisan, kalau tidak ingin blunder. Sebagai penulis (boleh baca: pekerja teks komersial) saya pernah mengalaminya. 

Waktu itu saya bersama tim menggarap buku pesanan Kemendikbud pusat Jakarta. Menulis tentang jejak langkah pendidikan Indonesia, terutama dari sisi tonggak-tonggak kebijakan yang ditelurkan oleh Kementerian Pendidikan dari masa ke masa. 

Banyak nama yang musti diwawancara, banyak dokumen yang musti dibuka. Kami juga perlu menjelajah ke beberapa perpusda hingga perpusnas nasional di Salemba untuk kulakan bahan. Terutama menggali data mengenai kebijakan pendidikan di masa awal kemerdekaan, saat Menteri Pengajaran dipimpin oleh Ki Hadjar Dewantoro. 

Kami baru tahu, ternyata sebagian besar buku dan majalah pada periode itu masih tertulis dalam bahasa Belanda. Mana paham? Saya pahamnya cuman “burnaskopen” (bubur panas kokopen hehe). Kondisi fisik dokumennya pun tua dan hampir lapuk. Oleh petugas “harta karun” itu diselamatkan dengan cara  memberi bungkus kain putih. Persis kain gurita untuk bayi. 

Proses penulisan pun berlangsung. Karena perlu menampilkan semua profil menteri, maka cara terpraktis dan tercepat adalah membuat template, mirip formulir biodata. Ada kolom foto, nama, pendidikan, jabatan, TTL, termasuk tanggal wafat untuk menteri yang almarhum. Dengan demikian setelah menulis satu menteri selesai, kami tinggal copy paste lagi templatenya lalu diubah datanya sesuai kebutuhan. 

Begitulah kami mengetik identitas sederet menteri. Antara lain Mr. Soewandi, Mr. Ali Sastroamidjojo, Prof. Dr. Prijono, juga  Dr. Daoed Joesoef.  Untuk beberapa kali proses memang masih bisa teliti. Tetapi menuliskan sekitar 25  orang menteri dengan metode salin tempel jelas rawan keliru. 

Sampai dengan mengetik profil Prof. Dr. Fuad Hasan tidak ada problem. Pendidikan: Guru Besar Psikologi UI. TTL: Semarang, 26 Juni 1929. Wafat: Jakarta 7 Desember 2007. Memasuki nama-nama menteri berikutnya kami melakukan cara yang sama. Nama tinggal di-delete lalu diganti dengan nama baru. Demikian juga dengan kolom tanggal lahir, tinggal ditindas dengan angka baru. 

Tetapi sayangnya, begitu memasuki kolom wafat, kami lengah. Akibatnya, ada seorang menteri yang masih sehat wal afiat tetapi dalam biodatanya tertulis wafat tanggal 7 Desember 2007. Celakanya  lagi, kesalahan itu baru ketahuan setelah buku sudah tercetak banyak. 

Tentu saja Ibu pejabat, pemesan buku, sangat tidak berkenan: “Gimana ini, orangnya masih hidup kok dibilang wafat?” Nada suaranya meninggi bikin ciut nyali. Beberapa kami meminta maaf dengan penuh sesal.

“Ini baru satu yang ketahuan, bagaimana kalau nanti ketemu ada salah lagi?” tambahnya dengan kesal. Waduh, matri aku. Untung masih belum sempat beredar. Wajar beliau marah, karena orang-orang pemerintahan amat khawatir bila sampai kesalahan seperti itu terendus awak media massa lalu “digoreng” rame-rame. Bisa runyam semuanya.  Butuh waktu agak lama untuk sampai pada suasana reda dan kemudian kami bersama-sama mencari solusi ralat yang kompromis. 

Itulah fitur copy paste yang menjanjikan kecepatan dan kepraktisan tetapi menyimpan jebakan tersendiri. Terbukti yang terjebak “offside” seperti itu bukan saya saja. Beberapa penulis juga mengalaminya. Ada rekan saya yang membuat laporan hasil studi Provinsi  B ternyata di dalamnya masih tertera tabel dengan judul Provinsi A. Opo ora isin, Son? 

Kalau dipikir-pikir, kebiasaan copy paste ini tidak hanya berisiko bagi penulis, tapi bisa juga bagi dunia  pendidikan, sosial budaya, dan lainnya. Kalau kita terkesima dengan sebuah sistem pendidikan di luar negeri lantas mencopy paste begitu saja ke sini, ya jelas berbahaya. Kalau suka latah menyalin tempel   perilaku budaya mancanegara tanpa saringan, jati diri taruhannya. 

Lho kok jadi melebar ke mana-mana?  Ah, dasar penulis. (adrionomatabaru.blogspot.com)



 

Previous
Next Post »

1 comments:

Write comments
Lautan Mata
AUTHOR
November 15, 2021 at 5:44 PM delete

itulah perlunya editor yang bertugas mencermati konten.

Reply
avatar