MENGENANG BUDI DARMA

 


Dunia sastra berduka. Salah seorang begawannya, Prof Budi Darma, telah berpulang. Tentu semua merasa kehilangan dengan sastrawan dan intelektual besar yang ramah ini. Sebagai penikmat sastra, saya bersedih karena tidak akan mendapatkan lagi asupan baru dari  karya-karyanya. 

Dulu saya berburu karya-karya monumental beliau. Membaca novel Rafilus, menikmati Olengka, mencerna esai Solilokui, mengoleksi Harmonium, tak lupa menguliti kumpulan cerita Orang-orang Bloommington. Menjadi pembaca setia setiap cerpen beliau muncul di koran Kompas minggu. 

Saya jadi terkenang kembali saat masih menjadi reporter. Beruntung saya bersama rekan Gatot Susanto berkesempatan wawancara mendalam dengan Guru Besar Unesa itu. Kami berbincang panjang tentang sastra modern, pendidikan, sentralisasi budaya, hingga obsesi ingin  terbangnya di masa bocah. 

Sesampai di kantor Jl. TAIS Nasution saya dengar ulang hasil rekaman wawancara itu lalu kutranskip ke komputer. Rencananya liputan itu nanti akan disajikan berita dengan format tanya jawab di Surabaya Post edisi minggu. 

Dari situ saya dibuat kagum dan makin hormat kepadanya. Betapa semua yang dituturkan terangkai begity runtut, cermat, dan amat tertata logikanya. Nyaris saya tidak melakukan perubahan apa-apa untuk menyajikannya dalam bahasa tulis.  Lantas saya membatin, “andai saja semua narasumber seperti ini, tentu kerjaan menjadi wartawan mudah sekali.” 

Menariknya lagi, semua uraiannya tersampaikan dalam bahasa Indonesia utuh, tidak tercampur dengan bahasa asing atau bahasa lokal. Pada saat menerangkan sebuah konsep lalu tanpa sengaja beliau terantuk satu istilah berbahasa Inggris, dirinya bersicepat mengoreksinya dengan cara menyusulkan kata padanannya dalam bahasa Indonesia. Hal tersebut justru dilakukan oleh seorang doktor lulusan Universitas Indiana AS, yang sudah pasti sangat fasih berbahasa Inggris. Sungguh cermin intelektual dan pecinta bahasa nasional sejati. 

Profil Pak Budi tampak sederhana dan rendah hati, namun penampilannya itu tidak mampu menyembunyikan kekayaan pikiran dan imajinasinya. Tutur katanya santun, agak berbeda dengan ekspresi dalam novelnya yang kadang aneh, absurd, dan “liar”. 

Contohnya seperti ini “… kemudian dengan sangat mendadak dan sangat terampil dia menjambak rambut saya, lalu membimbing mulut saya mencicipi seluruh lembah ngarai dan belantara tubuhnya. Sekarang tusuklah saya, agar sampean… (Rafilus).

Boleh jadi Pak Budi Darma tergolong laki-laki “basah” sebagaimana tersirat pada tokoh Tiwar dalam salah satu novelnya. Seorang yang mempunyai kemampuan kuat untuk mengungkapkan bayang dan kelebat imajinasi. 

Karya-karya beliau bercerita tentang eksistensi manusia beserta jungkir baliknya. Juga mengenai pencarian identitas dan jati diri. Dirinya melihat hidup ini kadang memang absurd. “Absurditas itu pada pokoknya kehidupan yang kacau. Kita sering melihat kehidupan yang kacau di Indonesia. Sekonyong-konyong lampu mati. Kita janji dengan orang ternyata orangnya tidak ada. Oh, nanti sore saja. Sorenya kita datang, dia sudah pulang. Janjian, tapi terlambat dua-tiga jam.” katanya. 

Menurutnya, realitas tersebut membuat kita sering tidak bisa merencanakan sesuatu dengan baik di negeri ini. Hal-hal semacam ini membuat hidup kita sering terombang-ambing. Ada peraturan tapi ada kebijakan. “Tapi saya tidak mengeluh dengan gaya hidup yang demikian. Senang-senang saja saya ini,” ujarnya sambil tersenyum. 

Beberapan waktu yang lalu saya berjumpa Pak Budi Darma lagi. Bukan dalam rangka liputan, tapi kebetulan sama-sama mengikuti acara bedah bukunya Prof Muchlas Samani yang berjudul “Semua Dihandle Google, Tugas Sekolah Apa?” di Unesa. 

Saya senang menyaksikan keadaannya. Meski sudah sepuh tapi masih terlihat sehat. Kami berbincang ringan-ringan tentang kesehatan badan. Priyantun kelahiran Rembang 1937 itu masih seperti seperti biasanya. Bertutur  dengan lembut, pakai bahasa krama inggil pula. 

Selamat jalan Prof Budi Darma. Semoga pinaringan kebahagiaan di alam kelanggengan.

(adrionomatabaru.blogspot.com)

 

Previous
Next Post »

1 comments:

Write comments
Lautan Mata
AUTHOR
August 22, 2021 at 1:19 PM delete

Selamat jalan Prof Budi Darma. Semoga pinaringan kebahagiaan di alam kelanggengan. #repost

Reply
avatar