TIGA BUKU DI HARI ULTAH



Banyak cara dilakukan orang untuk menandai momentum hidupnya. Seperti yang dilakukan Prof. Dr. Ir. Mohammad Nuh, DEA ini. Mantan Menkominfo dan Mendikbud di era Presiden SBY tersebut menandai 60 tahun perjalanan hidupnya dengan cara menerbitkan buku. Tiga buku sekaligus.

IsyaAllah buku berjudul “Menguatkan Mata Rantai Terlemah” (biografi),  “Menjangkau yang Tidak Terjangkau” (Percik Pemikiran Pak Nuh), dan “Ushfuriyah untuk Zaman Kita” (inspirasi di balik 40 hadist Nabi) itu akan dilauching Minggu besok.

Saya, bersama Cak Kemi dan Cak Rusdi, tentu turut bergembira dan bersyukur karena telah diberi kepercayaan ikut ambil bagian dalam proses penulisan buku tersebut.

Dari buku biografi ini dapat dibaca bahwa sejak bocah Moh Nuh amat beruntung, karena lahir di tengah keluarga dan lingkungan desa yang kondusif. Karakter Abah dan Emak sebagai pekerja keras dan teguh memegang prinsip hidup, jelas memengaruhi watak beliau kelak di saat dewasa.

Abah menekankan pentingnya menjadi muslim yang taat, dengan mewasiatkan agar seluruh keturunannya jangan sampai meninggalkan shalat malam dan gemar membaca shalawat. Emak mengajari sikap sosial yang mulia, “dadi uwong iku kudu seneng tetulung nang uwong liya. Dadiya ahli tetulung (Jadi manusia hendaknya suka menolong orang lain. Jadilah ahli menolong.” (hal 188).

Tampaknya pesan Emak ini begitu membekas dan dijalankan oleh Pak Nuh. Bahkan kelak sikap itu cukup mewarnai kebijakan-kebijakan yang dijalankan saat menjadi pimpinan, baik saat masih menjadi Direktur Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, sebagai Rektor ITS, hingga sebagai Menteri dalam Kabinet Indonesia Bersatu jilid 1 maupun jilid 2.

Dari sejumlah kebijakan yang diambil, terlihat adanya benang merah yang mengarah kepada upaya “menolong sesama”. Beberapa kebijakan afirmatif Pak Nuh menunjukkan keberpihakannya kepada mereka yang miskin dan yang terkucil. Yang terkucil dari akses ekonomi maupun dari kemajuan teknologi.

Tetapi meluncurkan biografi di tahun-tahun politik seperti saat ini, rawan dicurigai sebagai sebuah upaya pencitraan tersembunyi: siapa tahu ada panggilan telepon dari istana untuk diajak bergabung dalam kabinet? Walau tentu saja menerbitkan buku menjadi hak semua orang.

Dalam jumpa pers kemarin Pak Nuh menepis prasangka itu, dengan mengatakan: “Nek urusan ngono-ngono iku aku wis mari. Giliran teman-teman yang lain sajalah yang tampil.”

Selamat Ulang Tahun Pak Nuh, semoga diparingi kesehatan dan umur barokah.

adrionomatabaru.blogspot.com





Previous
Next Post »