BERBINCANG TENTANG MAGETAN


Bersilaturahmi itu kunci. Beraudensi dengan banyak pihak sudah tentu menambah kemanfaatan, menyambung relasi serta jalinan sinergi. Begitulah, maka Dewan Pimpinan Provinsi Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (DPP INKINDO) Jatim merasa perlu membuka diri kepada stakeholder terkait, antaara lain melalui audensi dengan Bupati Magetan, Dr. Drs. H. Suprawoto, SH, M.Si, Senin kemarin. Pekan sebelumnya INKINDO juga beranjang sana ke Bupati Jember.

Rombongan diterima dengan hangat oleh Bupati Prawoto di ruang kerjanya, karena menurutnya, konsultan merupakan salah satu mitra penting bagi pemerintah dalam upaya memajukan daerah.
Dalam pertemuan itu Ketua DPP INKINDO Jatim Ir. Adi Prawito, MM, MT, memperkenalkan lembaga INKINDO sebagai sekumpulan perusahaan jasa konsultansi serta fungsi dan perannya. “Kami siap menjadi mitra dan berkontribusi positif dengan memberikan pemikiran-pemikiran strategis bagi kepentingan daerah,” katanya.

Bak gayung bersambut, Bupati Prawoto pun memaparkan sejumlah karakteristik dan problema Magetan yang memerlukan pemikiran dan pemecahan bersama. Dikatakan, Magetan itu kota unik dan mungkin agak kurang beruntung.

“Coba bayangkan, sudah ada infrastruktur jalan tol baru, tapi kami hanya kelewatan saja, tidak ada akses  turun ke Magetan. Kami punya lapangan terbang, Iswahyudi, tapi pesawat komersial gak boleh turun. Lengkaplah sudah  nasib kami,” ujarnya seraya tertawa getir.

Ditambahkan, dari segi pengaturan tata kota, kiranya Magetan juga butuh sentuhan pemikiran arsitek dan para perencana. Dalam amatan bupati yang baru menjabat sekitar enam bulan ini, Magetan belum memiliki ciri bangunan yang khas, yang bersumber dari budaya dan kearifan lokal.

Maka gedung-gedung besar, termasuk kantor-kantor pemerintahan, berdiri berkembang mengikuti selera dan improvisasi sendiri-sendiri. Padahal Magetan secara historikal tentu memiliki jejak yang tidak sama dengan daerah lainnya. Di sebut-sebut kota ini memiliki kekhasan karena mengalami pertemuan transisi budaya Mataraman dengan budaya Majapahitan.

“Saya tadi sempat mengamati trotoar jalan yang bergelombang, tinggi rendahnya mengikuti kontur tanah dan kebutuhan pemilik rumah di sisinya. Ini jelas tidak nyaman untuk pejalan kaki, apalagi bagi orang difabel. Jadi harus ada sumbahsih pemikiran, bagaimana bisa tercipta trotoar yang kuat dan ramah difabel,” kata mantan Sekjen Kekominfo RI itu.

Pembicaraan melebar ke masalah pohon-pohon penyayom pinggiran jalan raya. Belum ditemui adanya konsep kawasan dengan menghadirkan jajaran pohon yang tematik. Bupati pun memuji, orang-orang zaman dahulu yang visioner, karena memilih pohon asam sebagai tanaman peneduh jalan. Asam itu pohonnya kokoh, tak gampang roboh. Sudah terpikir, daunnya kecil-kecil, sehingga sampahnya tidak menyumbati saluran air. Sementara orang zaman ini memilih praktisnya, pokoknya menanam pohon yang cepat tumbuh, tanpa mempertimbangkan aspek lainnya.

Sudah barang tentu tidak semua keadaan Magetan tertinggal,  sejumlah jembatan Magetan sudah tergarap dengan desain tematik. Kehadirannya mempercantik kota, diminati warga karena layak untuk selfi dan instagramabel.

Lalu ada satu potensi andalan Magetan yang tak lekang oleh zaman:  Telaga Sarangan. Destinasi ini hingga kini terus dipoles agar makin meningkat daya magnetnya. Ayolah berkuda mengelilingi pinggiran telaga. Tataplah kabut putih yang turun menyapa gunung ngarai, maka engkau akan menyaksikan hamparan puisi tanpa perlu repot membaca untaian kata-kata bersayap. Bila lapar memanggil, nikmati saja, pecel atau sate kelinci khas Sarangan. Maknyus pokoke.

adrionomatabaru.blogspot.com.





Previous
Next Post »