Semalaman hingga
terang pagi menyusuri
jalan poros trans Kalimatan Timur, saya tersadarkan kembali betapa pentingnya
infrastruktur jalan raya. Dari Balikpapan menuju pelabuhan sungai Tering,
Kec. Melak, Kab. Kutai Barat, butuh sekitar 10 jam perjalanan darat.
Jalur ini menjadi urat nadi
masyarakat dan sarana mobilitas warga. Untuk menumpang taksi plat hitam setiap
penumpang harus merogoh kocek Rp 275.000 untuk sekali trip sejauh
240 kilometer itu.
Penumpang dapat jatah makan satu kali.
Keberangkatan travel ini tidak
menentu, bila mobil penuh baru berangkat. Kalau nasib sedang tidak baik, bisa
berjam-jam menunggu teman seperjalanan agar sopir bersedia memutar kunci kontak
untuk menghidupkan mesin Avansa.
Saya jadi teringat hasil penelitian tentang perencanaan kota, yang
menyimpulkan bahwa satu persen peningkatan pembangunan infrastruktur
di suatu negara akan dapat
mengungkit rata-rata satu
persen ekonomi.
Pembangunan jalan raya memang dapat membuka
isolasi sebuah kawasan dan denyut mata rantai perekonomian menjadi lebih hidup.
Pengiriman barang dan jasa menjadi cepat tanpa kendala. Terjadi penurunan biaya
logistik. Artinya ada hubungan yang signifikan antara pengembangan
infrastrukutur dengan peningkatan ekonomi.
Boleh jadi perencana kota dan kaum teknokrat
pembangunan itu benar. Tetapi terbukanya isolasi dan mulusnya jalan raya tidak
otomatis bakal membuahkan pemerataan pembangunan. Karena, kadang yang terjadi,
kehadiran infrastruktur transportasi justru menciptakan penghisapan desa oleh
kota. Modal besar masuk menghancurkan pengusaha kelas teri.
Terlepas dari realitas dan paradoks itu, saya, Nurfaqih,
dan nanda menikmati saja perjalanan memasuki pedalaman kali ini. Melewati hutan
ranggas, kebun sawit, dan sejumlah rumah papan untuk rumah burung walet. Jalan lurus
dan berkelok, yang sebagian rusak, serta guncangan kendaraan membuat kegembiraanku
agak terganggu dengan kepala pusing dan rasa mual.
adriono.matabaru.blogspot.com
Sign up here with your email
EmoticonEmoticon