TARA.... JADILAH RUMAH KULKAS

Anda baru saja membeli sebuah kulkas, televisi, atau benda ukuran gede lainnya? Benda-benda elektronik itu tentu ada pembungkusnya, lazimnya terbuat dari karton tebal. Kemanakah larinya kemasan itu, setelah barang yang kita beli  itu terpasang di rumah? Dilipat dan ditaruh di gudang? Dilempar di kolong tempat tidur? Dirombeng? Atau dibuang saja biar tidak menambah volume tumpukan sampah di rumah?

Sebaiknya jangan lakukan itu. Sebab karton ukuran besar seperti itu sangat disukai anak-anak. Bagi anak benda-benda pembungkus itu bisa disulap menjadi apa saja. Imajinasi anak sungguh tidak mengenal batas.

Karton kulkas dapat  dia anggap sebagai rumah atau bodi pesawat. Kotak aqua bisa dibuat dinaiki dan berfungsi menjadi perahu. Nah, kalau begitu, mengapa kita tidak merelakan pembungkus gede tadi untuk sarana bermain mereka. Murah meriah dan dijamin anak akan tergelak-gelak dalam kegembiraan.

Dengan sentuhan sedikit saja kita bisa membantu mereka membuat rumah dari pembungkus kulkas. Kita ajak mereka merancang rumah baru. Biarkan imajinasi mereka berkembang dan tahanlah diri untuk tidak terlalu dominan memberi usulan. Kalau dia usul sisi kiri kita kasih jendela, ya oke kita bantu mereka melobangi karton itu hingga jendela impiannya terwujud nyata. Lalu kita bikin pintu dan ornamen lain sesuai kemauan mereka. Nah jadilah. Biarkan mereka bermain di situ.

Berbekal imajinasi masing-masing akhirnya rumah kardus berdiri dengan sederhana. Yang terpenting anak bisa bermain dan berimajinasi di dalam rumah buatannya sendiri. Pastinya menyenangkan. Tak perlu membeli mainan bagus, hal yang sederhana terkadang mampu membuat anak bahagia, senang, dan dapat berimajinasi.

Permainan seperti ini bila dicermati banyak manfaatnya. Anak belajar bermain peran seolah sebagai ayah atau ibu, bersosialiasi, hingga bertenggang rasa dengan teman bermainnya. Diam-diam anak Anda juga sedang belajar ruang bidang. Bila anak mulai mengkapling-kapling rumahnya menjadi ruang tamu, ruang makan, garasi dan sebagai ketahuilah di benaknya tengah terjadi proses membuat ruang bidang. Berlatih memproyeksikan angan-angannya ke dalam area-area nyata di depannya.

Biasanya mereka kemudian tidak puas sampai disitu, lalu timbul ide baru, merancang ulang rumah mereka, menambahi, dan menggabungkan dengan benda lain. Ini jelas menyulut kreativitas mereka.

Memang semua ada konsekuensinya. Suasana rumah jadi berantakan dan mungkin juga gaduh. Tapi kita dihadapkan pada pilihan yang (sebetulnya tidak) dilematis: Kita memilih rumah rapi dan tenang ataukah rumah agak sedikit kacau tapi kreativitas mereka tumbuh dengan bagus?

Terus terang kalau saya memilih yang kedua,  sebab saya pikir rumah kita tidak disiapkan untuk orang lain bukan? Rumah lebih utama untuk anak-anak kita, sebab anak tidak hanya butuh uang jajan tetapi juga butuh ruang, tidak cukup diberi nasi dan roti tetapi juga  kebebasan berekspresi.

Biarlah mereka bermain rumah-rumahan dengan benda yang tidak terpakai. Kalau kita punya dana lebih tak ada salahnya membuatkan mereka gubuk-gubukan mini di pekarangan belakang. Atau bila perlu kita bikinkan mereka rumah pohon yang bertengger di dahan rendah. Cihui tentu asyik. Motorik mereka jadi terlatih. Mereka belajar ketrampilan memanjat dan berani menjajal ketinggian. Ini penting sebab, terutama anak-anak kota, kini tak punya lagi ketrampilan memanjat sebagai mana dipelajari secara alami oleh anak-anak di desa-desa.

Bermain kemah-kemahan juga menjadi hiburan menyenangkan bagi anak. Tidak harus ke gunung, di belakang rumah sudah okeylah. Tapi persolaannya memang tidak semua keluarga punya tenda – yang harganya juga tidak murah. Tidak masalah. Selalu ada solusi.

Sekali lagi bagi seorang bocah, yang penting bukan soal kelengkapan sarana tetapi kepuasan bermain itu yang utama. Mari sesekali mereka kita buatkan kemah-kemahan dari selimut yang ditumpangkan begitu saja di atas sofa di teras depan rumah lalu di ujung-ujungnya kita sanggah dengan galah atau tongkat. Ayo kita jambore seperti pramuka!  Kita bermain bersama dan melihat bulan dan bintang di langit hingga mereka kelelahan dan bersiap tidur di kemah.  Bila mereka sudah pulas bisa kita angkat ke kamar masing-masing.

Main kemah semacam ini sudah cukup menggembirakan bagi mereka. Suasana berkumpul, bercengkerama, kebersamaan  itulah poin dan manfaat besarnya. Tapi sempatkah kita? Atau sebetulan sempat tetapi  tidak mau direpotkan soal-soal begitu, badan sudah capek setelah seharian bekerja “keras”?

Ya monggo, semua berpulang kepada kita. Cuma yang perlu diingat adalah bahwa hanya anaklah sesungguhnya aset utama kita. Sekali lagi hanya merekalah harta berharga kita. Bila kita tidak mengelola dengan serius, hanya mengandalkan penanganan guru di sekolah, guru ngaji di TPQ, bagaimana tiba-tiba kita berhak berharap akan kesuksesan mereka di masa mendatang?  

# Artikel parenting ini dimuat di Majalah Sakinah edisi November 2016.
# adrionomatabaru.blogspot.com.
# Sumber foto:  rumahasri.com
Previous
Next Post »