MEMILIKI ATAU MENGALAMI



“Mengalami itu lebih membahagiakan ketimbang memiliki.” Ini sebuah kebenaran yang cuma diketahui oleh para menggemar perjalanan, penjelajah, dan pembelajar saja. Bila punya uang, yang terpikir oleh mereka  bukanlah beli ini atau belanja itu. Tetapi mau ke sana atau mencoba ke sini? Mau mengerjakan ini atau berlatih itu? Mau belajar ini atau mencipta itu?

Pengalaman lebih menyenangkan daripada pemilikan. Dunia psikologi membenarkan hipotesis itu. Para ahli telah meneliti para pemenang lotre yang telah memborong aneka barang yang diinginkannya. Ternyata kebahagiaan mereka hanya bertahan sekitar enam bulan. Selebihnya mereka mengaku perasaannya kembali seperti saat sebelum ketimpa rezeki gede itu.

Ponari, si pemilik batu ajaib  dari Jombang itu, tampaknya kini juga tidak sebahagia dulu, seperti tatkala batunya masih bertuah dan didatangi ribuan orang pencari obat setiap harinya. Duwitnya boleh jadi sudah bertumpuk dan dapat dibuat membeli segala rupa benda. Tapi remaja itu seolah kehilangan kepercayaan dirinya dan tidak mau balik bersekolah lagi. Kenapa? Ponari menggeleng salah tingkah: “Emoh… isin.”

Memiliki sesuatu memang dapat membangun kebanggaan dan mendongkrak citra diri. Tetapi benda yang kita miliki tetaplah berada di luar diri. Maksimal dia hanya menempel ke tubuh pemiliknya. Sementara mengalami dapat memperluas wawasan dan mengasah kearifan.  Pengalaman tidak berada di luar tubuh, melainkan merasuk menyatu ke dalam pribadi.

Faktanya, orang-orang yang kaya pengalaman umumnya lebih gembira dan lebih produktif hidupnya dibanding orang-orang yang kaya pemilikan. Rupanya tubuh tidak hanya perlu pemilikan tetapi juga butuh pengalaman. Sebab peng-alam-an akan membuat jiwa dan raga kembali menjadi alami, menjadi harmoni dengan naturenya. Pemilikan adalah harta kasat mata, sementara pengalaman adalah aset jiwa. Sesungguhnya  pengalaman juga merupakan sejenis kekayaan, yang juga sulit disembunyikan dari pandangan mata orang-orang yang mengerti.

Tapi sayangnya gaya hidup konsumtif dan cecaran iklan lebih mendorong orang modern untuk getol  memiliki ini dan punya itu. Walhasil, kebenaran ungkapan “mengalami lebih membahagiakan daripada memiliki” lebih suka bersarang di dalam hati kaum pembolang, eksplorer, dan pembelajar sejati. (adrionomatabaru.blogspot.com)
Ilustrasi: dreamstime.com

  
Previous
Next Post »