DRUPADA – DRUPADI

 

Drupada merasa menjadi orang tersial di dunia. Harga diri dan kehormatan negaranya hancur di titik nadir. Raja Negeri Pancala itu berkesimpulan bahwa penyebab utama dari semua kegagalan ini adalah karena dia tidak punya anak laki-laki. Ini bukan sekadar prasangka yang bias gender, tetapi kejadian yang dialami membenarkan hal itu. Srikandi, anak perempuannya, yang sudah digladi menjadi panlima perang dan pawai memainkan pedang panjang, terbukti tidak mampu berbuat banyak ketika negaranya diserang musuh. 

Yang membuat Drupada geram adalah: lawan yang dihadapi itu “hanyalah” para kesatria pemula dari Hastinapura. Itupun merupakan pertempuran perdana bagi kesatria gabungan antara lima Pandawa dan seratus Kurawa itu. 

Lalu mengapa Drupada kalah? Ya itu tadi, karena dia tidak punya jago laki-laki. Maka kini satu-satunya obsesi yang memenuhi benaknya adalah kehadiran putra laki-laki yang dapat membalas dendam atas kekalahannya dan mengangkat kembali kemashuran Pancala. 

Tapi sayang nasib tidak berpihak. Beberapa resi menegaskan bahwa Drupada ditakdirkan tak punya keturunan laki-laki.  Ramalan itu kian membuatnya murka. Maka, dipaksanya para resi  itu untuk bermeditasi dan berdoa seserius-seriusnya agar dapat memenuhi kemauannya. Banyak resi yang tidak manjur doanya, langsung dimasukkan bui. Dianiaya dan disuruh kerja paksa. 

“Takdirmu memang tidak memiliki anak laki-laki,” kata Resi Yajah sekali lagi mencoba menyadarkan.

Tapi Drupada tidak mau mengerti. Bahkan memaksa resi papan atas itu untuk melakukan upacara Yajna. Lalu segera disiapkan segenap perangkat upacara. Api menyala-nyala di perapian, mengiringi doa-doa yang yang dipanjatkan. 

Rupanya permintaan itu terkabul. Di altar samping perapian hadir sosok kesatria tampan. Drupada girang bukan main, lalu dipeluknya pria itu. Buah hatinya itu kemudian diberi nama Dresta Deyumna (Dresta Jumena). Merasa keinginan terpenuhi, Sang Raja langsung bergegas pergi meninggalkan tempat upacara. Sambil berjalan lengannya merangkul erat bahu putra barunya. 

“Raja Drupada, upacara belum selesai,” tegur Resi Yajah. Sang Raja juga diingatkan agar melakukan pengorbanan sebagai tanda syukur karena keinginannya telah terkabul. Tapi Drupada menolak. Di memilih pergi, menuruni tangga. 

Api di altar upacara bergolak hebat, lidah merah menjilat-jilat ke angkasa juga ke segala arah. Termasuk menghadang langkah Sang Raja. Sebuah pertanda agar Drupada harus putar balik ke arena. Dengan dongkol Drupada bersedia melanjutkan upacara. 

Seraya melemparkan persembahan berupa gula, gandum, maupun bunga ke dalam api, Drupada melontarkan harapan-harapan yang kelewatan. Kalaupun nanti benar-benar diberi seorang putri, dirinya meminta seorang putri dengan sejumlah kriteria yang dimaui. Dia meminta agar anak perempuannya memiliki kekuatan untuk memberi kekuatan kepada yang lain.  Bisa menghadapi  keadaan yang dapat menghancurkan moral setiap orang. orang lain. Bisakah aku diberi putri seperti itu…?!” 

Sambil menaburkan senampan bunga ke bara api, Drupada menuntut lagi: “Di saat bunga hancur, dia akan menguarkan aroma wanginya. Semoga putriku mengalami ketidakadilan berulang kali, tetapi dia harus tetap menyebarkan keadilan. Bisakah aku diberi anugerah anak putri seperti itu… ??” 

Api semakin berkobar besar. Dari tengah api samar terlihat bayangan manusia. Saat keluar dari api, sosok itu mulai jelas keberadaannya. Seorang wanita muda nan jelita. Drupada terkesiap: mengapa akhirnya muncul juga makhluk dengan jenis kelamin yang mati-matian ditampiknya? 

Perempuan yang diberi nama Drupadi itu melangkah anggun mendekati Drupada. Berjongkok hendak menyentuh kaki ayahanda guna menghaturkan sembah. Tapi kaki itu beringsut mundur. Rupanya Drupada belum dapat menerima kenyataan. Raja Pancala itu masih menunggu pembuktian oleh sang waktu. Bias gender pada mindset Drupada masih kuat melekat. 

Andai saja Drupada tahu bahwa anak perempuan yang keluar dari api pengorbanan itu kelak justru merupakan harta miliknya yang paling berharga. Kelak sejarah mencatat bahwa Drupadi memang anugerah bagi Negeri Pancala, bahkan meluas bagi seluruh wilayah Aria. (adriono)




 

Previous
Next Post »