Salah Sangka

 


BAGI orang awam (termasuk saya) yang baru pertama kali masuk ruang pasien yang menjalani terapi cuci darah (hemodialisis) mungkin agak terkejut. Karena suasana yang terlihat tidak seseram yang dibayangkan sebelumnya. 

Di ruang hemodialisis RSI Surabaya A Yani saya menyaksikan belasan pasien berbaring di tempat tidur. Di lengannya terpasang selang yang terhubung dengan mesin hemodialisis single use (sekali pakai), yang berfungsi sebagai ginjal pengganti. Mesin inilah yang menyaring darah pasien. Membersihkan darah dari zat-zat sampah melalui proses penyaringan di luar tubuh. Satu kali sesi terapi butuh durasi antara 4 jam hingga 5 jam. 

Mereka terlihat santai. Ada yang berbincang dengan saudara. Kadang diselingi tawa kecil. Tak jarang sesama pasien juga saling bercengkerama. Mereka sudah saling kenal karena merupakan “pelanggan tetap” yang rutin terjadwal dan masuk dalam “kloter” yang sama. Di meja kecil juga tersedia makanan dan buah-buahan siap santap. 

“Ya, seperti inilah suasananya,” kata dr. Satriyo Dwi Suryantoro, Sp.PD, K-GH, FINASIM, dokter spesialis penyakit dalam, kepada saya dan Sukemi sambil tersenyum ramah. 

Kemudian dirinya menjelaskan bahwa sebagian pasien malah mengibaratkan saat cuci darah sebagai saat berbuka puasa. “Soalnya, makanan yang biasanya dilarang dan dibatasi, justru boleh dimakan. Mumpung ada mesin ginjal yang dapat memprosesnya,” katanya. 

Pada pasien penderita gangguan ginjal kronis, fungsi ginjalnya sudah tidak mampu bekerja normal. Asupan yang mengandung banyak protein dan kalium tidak dapat diproses dengan baik. Nah, pada saat terapi hemodialisis, pasien bebas makan buah dan sayuran, karena tugas proses penyaringan darah diambil alih oleh mesin. 

Sampai saat ini sebutan cuci darah masih membuat bergidik. Padahal menurut pengakuan beberapa pasien, proses hemodialisis tidak menimbulkan rasa sakit. Malah seusai terapi tersebut, mereka merasakan badannya menjadi segar. Ini seperti “nge-charge” baterei handphone saja layaknya. 

Contohnya Pak Munir yang sudah 7 bulan rutin jalani cuci darah. Warga Surabaya ini mengaku sehabis hemodialisis dia bisa pulang ke rumah dengan mengendarai sepeda motor sendiri --termasuk  membonceng istrinya. Padahal dia dulu takut setengah mati. Butuh berpikir ulang sekian kali sampai akhirnya dia mau memenuhi anjuran dokter. 

Dr. Satriyo menyebut hemodialisis sebagai  terapi dengan menggunakan teknologi ginjal buatan (artificial kindney). Mengeluarkan zat sisa metabolisme, seperti ureum dan zat beracun lainnya, dengan mengalirkan darah lewat alat yang bernama dialyzer. Dirinya ingin meluruskan beberapa  kesalahpahaman. Antara lain, istilah gagal ginjal, yang sebetulnya kurang pas. Dalam dunia medis lebih lazim dipakai istilah penyakit ginjal kronis. 

Menurutnya penyakit ginjal kronis itu unik. Biasanya gejalanya tidak spesifik, apabila masih tahap stadium awal.  Kadang hanya badan lemas, sehingga si penderita cenderung abai. Jika sudah terasa banyak keluhan, kaki bengkak, sesak nafas, mual, dan lainnya pasien baru merujuk ke rumah sakit. Tahu-tahu sudah parah: stadium lima. Terpaksa dia harus cuci darah. 

Salah persepsi berikutnya adalah soal frekuensi terapi. Ada kasus, pada awal masuk RS, pasien menjalani satu kali cuci darah dalam sepekan. Beberapa waktu kemudian frekuensi cuci darah naik menjadi dua kali dalam sepekan. Melihat realitas ini pasien dan keluarganya pun berkesimpulan bahwa penyakit yang diderita semakin parah.  Padahal logikanya tidak demikian. 

“Sejak awal, target hemodialisis memang 10 jam sampai 12 jam per minggu. Atau kalau dirata-rata setara dengan dua kali sesi terapi dalam seminggu. Untuk pasien baru, dilakukan seminggu sekali terlebih dahulu untuk penyesuaian. Kemudian baru ditingkatkan seminggu dua kali. Itu artinya sesuai dengan target,” katanya. 

Dengan melakukan cuci darah secara rutin maka kondisi tubuh pasien dapat dipertahankan. Pada pasien usia muda, dia masih dapat produktif mengerjakan kegiatan kerja sehari-hari. Bagi pasien lansia juga dapat mengeliminasi keluhan-keluhan yang biasanya timbul. (adrionomatabaru.blogspot.com)

Previous
Next Post »