KEBERUNTUNGAN PEMULA

 

 

Pernahkah Anda mengalami sebuah  kemudahan tatkala mengawali langkah meraih cita-cita?

Umpamanya, baru merintis  bisnis kuliner, tahu-tahu ada saudara dekat memberikan seperangkat alat masak yang tidak dipakai. Baru mengunggah beberapa karya ke media sosial, seorang konten kreator dipinjami peralatan syuting teman sekelasnya. Bermimpi menjadi penulis, lantas mengirim cerpen ke media lokal, dan ternyata  dimuat.  Saat berangkat merantau mendapat tumpangan gratis, dan banyak lagi lainnya. 

Itu semua bagai pesawat yang take off mulus. Awalan yang baik. Bahkan kadang seperti kebetulan yang agak tidak masuk akal.  Seolah alam semesta sedang mendukung atau mestakung, bila pinjam istilah Prof. Yohanes Surya.  Mereka menjadi supporter kepada kita yang sedang bergerak menjemput takdir meraih kesuksesan. Keadaan seperti begitu gampang. 

Apabila Anda pernah mengalami hal seperti itu, barangkali itulah yang disebut dengan Keberutungan Pemula. Istilah keberuntungan pemula ini saya temukan dalam novel terkenal The Alchemist, karya penulis Brasil, Paulo Coelho. Dalam novel yang sudah diterjemahkan dalam 67 bahasa tersebut, tokoh utama yang bernama Santiago juga mengalami keberuntungan pemula. 

Bocah penggembala domba dari kota kecil di Spanyol itu, pada awalnya hanya berniat menukar enam ekor domba kepada lelaki tua sebagai imbalan barter informasi. Tetapi ternyata 60 kambing miliknya laku dibeli temannya. Ini “kebetulan” banget. Karena dia sedang butuh dana besar untuk mengongkosi perjalanan mengunjungi piramida di Mesir. Dia telah berbulat tekad untuk berpetualang ke sana, demi untuk mendapatkan harta kartun, sebagaimana isyarat yang dilihat dalam mimpi yang terjadi dua kali berturut-turut.    

“Aku heran,” kata Santiago, “domba-dombaku yang lain langsung dibeli oleh temanku. Katanya sejak dulu dia ingin menjadi gembala, dan kedatanganku merupakan pertanda bagus.” 

Lalu orang tua yang diajak barter itu mengatakan bahwa kejadian itu bukanlah sebuah kebetulan atau ketidaklaziman. “Memang begitulah selalu,” ujar lelaki bernama Melkisedek, yang ternyata Raja Salem yang menyamar menjadi rakyat jelata.  

“Itu namanya hukum keberuntungan. Orang yang baru pertama kali bermain kartu, hampir selalu memang. Keberuntungan pemula,” tambahnya.

Mengapa begitu?” tanya penggembala.

“Sebab ada daya yang menghendaki engkau mewujudkan takdirmu; kau dibiarkan mencicipi sukses untuk menambah semangatmu.” 

Kemudian Melkisedek pun menunjukkan rahasia letak harta karun itu berada. Tapi sayang infonya tidak eksplisit. Dia hanya bilang bahwa untuk menemukannya, si gembala harus cermat mengikuti pertanda-pertanda yang muncul selama menempuh perjalanan. “Tuhan telah menyiapkan jalan yang mesti dilalui masing-masing orang untuk menjemput takdirnya. Kau tinggal membaca pertanda-pertanda yang ditinggalkanNya untukmu,” katanya berpesan. 

Maka anak itupun memulai perjalanan panjangnya. Segera tersadari bahwa perjalanan kali ini bukanlah pergi berwisata, healing, atau anjangsana ke sanak saudara. Dia sedang melangkah mengejar impian, memburu harta karun di sekitar Piramida. 

Meski diawali dengan keberuntungan pemula, situasi ternyata tidak terus kondusif. Langit tidak senantiasa cerah, tapi diselingi mendung bahkan hujan badai. Santiago mengalaminya. Baru perjalanan sehari, seluruh uangnya raib digondol teman barunya. Dia pun terlunta-lunta dalam tempo yang amat singkat. Bahkan untuk makan siang dia terpaksa  bekerja seadanya:  membantu mengelap dagangan di toko kristal. 

Segera terbayang olehnya untuk kembali pulang saja, lalu menjadi penggembala domba lagi.  Tetapi untuk memenuhi niar sederhana itupun, dia harus bekerja keras menjadi pelayan di toko kristal. Menabung uang sedikit demi sedikit untuk ongkos pulang plus modal membeli domba. Tetapi begitulah. Ketika setahun berlalu, di saat Santiago bersiap balik ke kampungnya, tiba-tiba obsesi tentang harta karun itu mengusik lagi. Kenapa harus surut kembali, sedangkan dia sudah berniat untuk mendapatkannya? 

Maka diteguhkan kembali komitmen hatinya. Tidak pantas patah arang. Dia wajib mewujudkan cita-citanya meskipun harus melewati padang pasir yang ganas bersama rombongan kabilah. Aneka kesulitan dialaminya, mulai cuaca, terhalang perang antarsuku, hingga tertawan orang-orang jahat. Meski bersamaan dengan itu dia juga menemukan banyak ilmu baru. Mengenal budaya mancanegara, mendapat pengetahuan baru dari orang Inggris, rekan perjalanan yang mengaku sebagai alkemis, dan mendapatkan cinta gadis gurun Fatima. Santiago juga belajar mengenal bahasa padang pasir, bahasa domba, hingga bahasa angin. Termasuk mengenal bahasa pertanda sebagai sebagai bahasa dunia. 

Novelis Paulo Coelho mengartikan bahasa dunia sebagai cara alam semesta memilih untuk berbicara kepada manusia. Segala sesuatu dan setiap langkah yang kita ambil, setiap kebetulan dan gerakan yang kita lakukan adalah hasil dari alam semesta yang berbicara kepada kita. Pertanda datang dalam berbagai bentuk seperti intuisi, bisikan, pikiran, dan lain-lain. Mendengarkan pertanda menjadi penting karena alam semesta sedang berkomunikasi dengan kita, untuk membantu kita mencapai tujuan hidup. 

Dalam banyak hal, agaknya kita adalah Santiago. Mengawali usaha, meniti karier, mengejar studi, merintis start up, menggapai medali emas, atau impian lainnya. Pada mulanya seperti menemukan keberuntungan pemula. Tetapi perjalanan berikutnya terasa seperti menapaki padang pasir yang tandus. Kesulitan demi kesulitan datang berurutan. Tak jarang  diselingi dengan kesialan, kerugian, dan ditipu rekan dekat. 

Wajar jika kemudian banyak orang yang merasa bahwa proses berat yang dijalani berdasarkan cita-cita diri itu tidak layak untuk diteruskan. Impian yang dulu digenggam erat diam-diam dilonggarkan dan bahkan terlepas, karena berbagai hambatan. Pribadi yang awalnya cukup peka membaca tanda alam dan isyarat Ilahi yang mengantar kita melangkah maju menyongsong takdir, lambat laun menjadi tidak sensitiflagi. Di titik inilah kebanyakan orang kemudian menyerah. Memilih mengubur mimpinya. Mungkin itulah sebabnya  tidak banyak orang yang sukses mewujudkan tujuan hidup yang diinginkan. 

“Setiap pencarian dimulai dengan keberuntungan bagi si pemula. Dan setiap pencarian diakhiri dengan ujian berat bagi si pemenang,” kata Sang Alkemis.  Santiago sendiri merasa ungkapan itu sejalan dengan pepatah yang ada di negerinya yang menyebut bahwa saat-saat yang paling gelap adalah saat-saat menjelang fajar. Dia telah mengalami jatuh bangun dalam pergulatan hidup. Beberapa kali nyaris putus asa dan memutuskan untuk balik kucing. Tetapi lagi-lagi suara hatinya mengingatkannya serta pertanda-pertanda yang ditemukan seolah membimbingnya. 

Pada saat dirinya menggali pasir di sekitar Piramida pun kendala makin meningkat. Aktivitasnya ketahuan sekelompok pengungsi jahat. Tetapi anak itu bergeming. Rupanya sudah cukup kebal terhadap kesulitan. Dia terus menggali meski berada di bawah ancaman dan penganiayaan gerombolan pengungsi itu. Sambil bekerja, diam-diam dia terus mencermati pertanda serta mendengar suara hatinya. Alhasil, pertanda yang menjadi password itu ternyata justru terselip di antara kalimat cemoohan yang dilontarkan seorang pengungsi dengan sinis di dekat kupingnya. 

Agaknya ada “petualangan Santiago” pada setiap diri kita. Anda boleh merasa sedang mendapatkan keberuntungan pemula, atau sedang dalam fase jatuh bangun di gurun pasir, atau sudah balik kucing tidak lanjutkan perjalanan, malah mungkin juga tengah memasuki ujian akhir yang amat berat dan berharap-harap cemas agar fajar kesuksesan segera terbit di ufuk timur. (Adriono)

 Gambar ilustrasi: Bookey

Previous
Next Post »