LIVING VALUE PAK ZAWAWI

 

Berjumpa penyair senior D. Zawawi Imron adalah rezeki. Meskipun hanya obrolan ringan tanpa tema, toh saya tetap saja mendapatkan cipratan ilmu dan hikmah. Seperti saat kami bertemu di Sekolah Alam Insan Mulia, Surabaya, kemarin. 

Di sela pembicaraan tentang aneka hal, penyair Celurit Emas dari Sumenep itu sempat mengutarakan tentang pentingnya menerapkan nilai-nilai kehidupan (living value) dalam pergaulan sehari-hari antar sesama, bahkan antarbangsa. “Saya sedang diminta membantu sebuah lembaga untuk turut mengembangkan living value education,”katanya. 

Dijelaskan, dalam program living value ada 12 nilai yang dikembangkan demi menuju tata kehidupan yang lebih baik, yaitu damai, menghargai, kasih sayang, kerjasama, kebahagiaan, kejujuran, kerendahan hati, tanggung jawab, kesederhanaan, toleransi, kebebasan, dan persatuan. Pak Zawawi membantu dalam hal menggali nilai-nilai lokal, terutama dari sastra lisan yang ada di tanah air, untuk mendukung  program living value itu. Kebetulan beliau juga menjabat sebagai penasihat dalam organisasi yang concers dalam bidang satra lisan.

“Banyak sekali nilai-nilai hidup yang terkandung dalam sastra lisan yang ada di Nusantara. Contohnya, saya menemukan value yang bagus dari suku Bugis, Makassar. Di sana ada tiga istilah sarat nilai hidup, yaitu siri’, pacce, dan were,” katanya.

Siri’ adalah harga diri atau martabat. Orang Bugis menempatkan harga diri demikian penting. Bagai batu permata, Siri' senantiasa dijaga dan dihargai. Oleh karena ini mereka berupaya untuk tidak mempermalukan dirinya di mata publik. Tidak mau mencuri, menipu, dan perbuatan tercela lainnya karena semua itu hanya akan menjatuhkan siri’nya di depan masyarakat,” katanya. 

Sedang pacce adalah persaudaraan. Semua orang pada dasarnya adalah saudara. Ada ungkapan begini, “kalau aku sudah menggigit cangkirmu (maksudnya meminum air suguhanmu), berarti aku menjadi saudaramu. Kalau sudah begitu, pedih hatimu adalah pedih hatiku. Atau dapat bahasa puisi: engkau yang tertusuk, darah keluar dari tubuhku. 

Lalu apa makna were? “Itu semacam semangat atau tekad. Dalam bahasa agama,  sama dengan azam,” jawabnya. Meskipun semua merupakan kehendak Tuhan, tetapi hidup hendaknya dijalani dengan usaha dan ikhtiar yang sungguh-sungguh.

 Dengan menggunakan idiom dunia pelaut, value ini tergambar dalam peribahasa mereka:  pura babbara' sompekku, pura tangkisi' golikku, ulebbirenni tellenge na towalie. (Tatkala layar telah terkembang, kemudi telah terpasang, lebih baik karam daripada surut ke pantai).

 Nah kan? Bertemu Pak Zawawi memang rezeki. Bersua sebentar saja sudah dapat asupan jiwa.

adrionomatabaru.blogspot.com

Previous
Next Post »