NYOTO ABAS BETRO

  


Bekerja itu mirip sekolah. Kita bertemu di satu SD yang sama, kemudian SMP-nya pisah, lalu nyambung lagi di SMA dan seterusnya. Kami berlima dulu juga bekerja di satu instansi. Sama-sama menjadi awak media Surabaya Post. Kemudian kami dipaksa lulus gara-gara harian sore itu dilikuidasi. Mas Yana lanjut berkarier di Teve One. Pak Zae ndosen di Stikosa AWS. Mas Imung dan saya meneruskan mbecak ke Arek Teve, sedang Mas Kemi ke Kemendikbud Jakarta nderekke Prof. Nuh. 

Setelah sekian tahun menekuni di dunia pertelevisian kami “lulus” lagi. Sudah capek, kini memilih tidak lagi bekerja ikut orang.  Menjadi pekerja mandiri. Mas Yana membuka warung Soto Abas di kawasan Betro dekat bandara Juanda. Menekuni profesi baru, jadi mahir mengolah aneka soto Lamongan mulai dari soto ayam, soto uritan, ampela ati, usus, hingga soto ceker. Sementara kami bertiga masih bekutat menekuni keterampilan lama: mengolah kata-kata lalu menyuguhkan dalam semangkuk buku. 

Sebagai pekerja teks komersial kami bisa kerja di mana saja, asal ada sinyal internet. Rapat koordinasi juga bisa dilakukan di grup WA atawa Zoom. Tapi sekali tempo perlulah tatap muka. Seperti hari ini, pilihannya ketemuan di Soto Abas Jl. Raya Sedati Agung 34, yang punya tagline keren: “soto paling murah di dunia sampai akhirat.” Tidak hanya santap siang, ternyata kami malah difasilitasi ruang vip gratis sama si bos warung. Disuguhi wedang kopi plus susu bear brand pula. Jadilah kita dapat koordinasi dengan nyaman. 

Ya bekerja itu mirip sekolah. Sekolah tidak melulu belajar dan ulangan, juga ada guyon, ngelewes, dan ada mbolosnya. Kerja kami kayaknya juga begitu. Tadi dari rumah, kami pamitnya berangkat kerja mau ada rapat koordinasi penting. Faktanya rapatnya cuma sebentar, tapi ngobrolnya lama dan mblakrak ke mana-mana. 

Belum puas di warung, rapat koordinasi dilanjutkan di Kalanganyar. Kali ini tidak pegang pulpen, tapi malah pegang joran pancing. Ngono pamite kerjo, Cak… hehe..  

 (adrionomatabaru.blogspot.com)



Previous
Next Post »