SENI “MEMASARKAN” DIRI

 

Setiap orang punya brand, punya merek, cap, atau jenama. Apa itu brand? Jeff Bezos punya definisi menarik. “Personal brand itu,” ujar pendiri dan CEO Amazon.com.Inc. itu, ”adalah apa yang dikatakan orang tentangmu, di saat kamu tidak ada di ruangan itu.” 

Ini berarti personal brand adalah kesan yang disematkan. Jadi bersyukurlah, manakala orang, tanpa setahu kita, menyebut-nyebut kita sebagai pemberani, atau relijius, atau banyak akal, atau suka menolong. Berarti itulah “cap” yang distempelkan di dahi kita. Sebaliknya hati-hati jika orang-orang sampai menyebut kita sebagai egois, telat mikir, atau tukang tipu. 

BJ. Habibie dikenal jenius. Cak Lontong brandnya lucu. Maudy Ayunda cantik. Bahkan perilaku atau ucapan bisa membuat orang menjadi khas dan tenar.  Komedian Bolot dengan lagak budegnya justru membuat dia sukses. Ucapan spesifik “gitu saja kok repot” segera mengingatkan orang pada Gus Dur. “Uhuui..” identik dengan Komeng. 

Setiap pribadi pasti punya brandnya sendiri. Masalahnya: brand itu bercitra bagus atau bernada minor? Masalahnya lagi: brand itu disadari atau tidak? Brand positif dapat mengantar orang meniti tangga kesuksesan. Sedang brand negatif perlu diwaspadai, bila yang bersangkutan tidak ingin merugi sendiri. 

Di era ini, brand makin disadari sebagai sarana penting dalam meraih sukses. Itulah sebabnya webinar membranding produk dan diklat personal branding diikuti banyak peserta. Lebih-lebih lagi jika dia politisi, artis, selegram, atau pesohor lainnya, brand adalah hal utama. 

Namun sebenarnya tidak hanya kalangan public figure saja yang membutuhkannya. Semua pribadi pada hakikatnya butuh brand demi untuk keberhasilan hidupnya sendiri.  Di tengah kompetisi dunia kerja yang ketat, di tengah membludaknya lulusan sarjana, siapa yang cepat direkrut, siapa yang mudah eksis? 

Karena dalam kenyataannya kebanyakan orang memiliki kapasitas yang rata-rata dan kebisaannya hampir mirip, maka mereka akan menjadi massa sulit dikenali. Kabar buruknya adalah: tidak banyak ruang bagi sosok yang biasa-biasa saja. 

Bussines Coach & Youtuber Helmy Yahya, MPA, Ak., CPMA, CA, menyebut, tanpa ada pembeda maka Anda adalah no body, common people. Semakin banyak orang yang mirip maka semakin sulit ditemukan. 

“Kalau Anda tidak dikenal, maka Anda tidak dipilih. Karena tidak terpilih maka Anda tidak mendapat kesempatan untuk menjadi sukses. Jadi Anda harus menjadi berbeda, itulah inti personal branding,” kata mantan Dirut TVRI ini  dalam webinar Strategi Membangun Personal Branding, yang diselenggarakan Lembaga Pengembangan dan Konsultasi Nasional (LPKN), Sabtu (11/12) kemarin. 

Menurut mantan Dirut TVRI itu kemudian memberi contoh. Kopi semua sama. Tapi begitu diberi merek Start Buck, The Coffe Bean, White Coffe Luwak, atau kopi tubruk maka semua jadi berbeda. Bahkan membuat pelanggannya jadi mengkultuskan serta fanatik dengannya. Curriculum vitae juga sebuah brand. Orang personalia yang memelototi daftar riwayat hidup pelamar kerja selalu melakukan profiling, mencari-cari sosok unggul yang pantas untuk direkrut. 

“Jadilah titik-titik yang titik-titik. Misalnya, jadilah pengusaha yang selalu membuat trend. Jadilah guru yang inovatif. Pembedanya itu yang penting. Untuk sukses Anda harus punya brand,” kata aktor dan pembawa acara ini. 

Menurutnya, dalam realitas terdapat empat masalah terkait dengan personal branding yaitu under branding, over branding, confuse branding, dan doubtful branding. Under branding biasanya ditandai dengan keluhan orang seperti ini: “Orang kok tidak tahu potensi saya yang sebenarnya ya?” atau  “mestinya saya tuh yang dapat tawaran itu.”  Intinya, kompetensinya kurang tersosialiasi sehingga tidak dikenali  orang lain. 

Sedang over branding justru kebablasan. Citra yang dibangun terlalu muluk, sehingga akhirnya bikin kecewa. Eh, ternyata tidak sesuai ekspektasi. Confuse branding adalah branding yang membingungkan. “Dia itu seorang dai atau penyanyi sih?” Sementara itu doubtful branding adalah branding yang meragukan. Dampaknya, orang jadi tidak percaya dengan segala pencitraan yang digencarkan. 

Pelajaran kedua dari personal branding adalah mengabarkan brand kita kepada publik, kepada khalayak sasaran. Caranya bisa macam-macam, bisa lewat medsos atau lewat media lainnya. Prinsipnya sampaikan dengan cara dan saluran yang tepat. Jika pendapat orang sudah pas dengan yang kita mau, itu berarti brandingnya sudah benar. 

“Tidak ada salahnya memasarkan diri, asalkan elegan. Sungguh sayang jika ada orang hebat dan ahli di bidang tertentu tapi tidak dikenal karena tidak tersosialisasi.  Tetapi jangan membranding diri dengan cara-cara yang lebay,” kata Helmi yang dulu dikenal sebagai raja kuis itu. 

Orang yang sukses adalah orang yang memiliki brand yang kuat dan positif. Maka saran praktisnya adalah carilah potensi di dalam diri yang kuat dan positif lalu diasah dan diperluas. Kemudian sosialisasikan supaya kita menjadi pribadi terpilih.  

Kalau di dalam diri terdapat sisi negatif harus segera diperbaiki. Kalau kita  dicap kuper (kurang pergaulan) dan kudet (kurang update) ya harus mau membuka diri bergaul di lingkungan yang kondusif dan banyak membaca. Yang penting semua branding hendaknya dilakukan dengan kesadaran, sehingga bisa terkelola dengan baik.  

Nah, sudahkah Anda membranding diri hari ini?  (adrionomatabaru.blogspot.com)


 Foto: sindonews.com

Previous
Next Post »