LELAKI TANPA DURI

 

Saya menjadi saksi bahwa Herman Subandrio adalah orang yang baik. Guru SMKN Gondanglegi  yang supersabar. Bapak yang bertanggung jawab. Kumis melintang yang semestinya membuat garang pria, justru melengkapi keramahan wajahmu yang selalu disertai senyum dan tawa. Ah, pendeknya dirimu adalah lelaki tanpa duri. Blas ora duwe serik ati sama sekali.

 Di antara teman Bisdesa (alumni Pendidikan Bisnis 81 IKIP Malang), agaknya sayalah oknum yang paling merasakan (tepatnya memanfaatkan) segala kebaikan hatimu. Saya menjadi peminjam setia mesin ketik merek Brother itu. Tak terhitung berapa kali saya meminjamnya untuk mengerjakan tugas membuat makalah. Sampai sekarang saya masih bisa mengingat detail bentuk serta mendengarkan denting bel dari mesin warna putih itu.

 Diriwuki sesering itu oleh mahasiswa yang gak bondo ini, dirimu ringan saja meminjamkannya. Bahkan selalu diiringi dengan senyum yang melegakan. Agaknya bagimu berbagi bukanlah sedekah tetapi sebuah kewajiban semata. Sungguh ini merupakan ladang amal bagimu. Bukan hanya mesin ketik, buku-buku referensimu dan Vespamu, tidak luput dari gangguanku.

 Setelah lulus puluhan tahun, beberapa waktu lalu, aku menghubungimu. Lagi-lagi dalam rangka ngriwuki. “Her, tolong aku dianter survei lokasi reuni di Batu yo,” pintaku lewat telepon. Dan sahabat kita yang satu ini kelihatannya memang tidak punya kata “tidak” dalam kamus hidupnya.

 Lalu kami janjian bertemu di terminal Arjosari. Dengan motor matic kami meluncur ke vila Yasmine milik temannya Nonon di Batu, lewat jalur Karangploso. Berboncengan melewati persawahan yang indah saya menyadari betapa ikatan persahabatan ini tidak pernah kendur. Sepanjang perjalanan kami berbincang dan tergelak. Engkau sempat bercerita tentang sekolah, cinta, keluarga, dan tingkah lucu buah hatimu. Pulangnya kau genapi kebaikanmu dengan menraktirku makan nasi rawon.

 Oleh karena itu saya kaget dan sedih, ketika usai Subuh tadi membuka grup WA dan menemukan kata “innalilahi”. Ya, Allah secepat itu dirimu kapundut Gusti. Saya termangu, betapa singkatnya hidup ini. Insyaallah dirimu pinaringan husnul khotimah.

 Sebenarnya sudah lama saya ingin meneleponmu, karena sudah lama kau tidak nyetatus di grup Bisdesa. Boleh jadi ini semacam isyarat panggilan dari sahabat. Tetapi feeling seperti itu kerap kuabaikan dengan sekian banyak alasan, kesibukan kerja. Kini tinggal getunnya, Her.

 Sugeng tindak sadulurku Herman Subadrio. Segala kebaikanmu insyaallah menjadi bekal ngadep ing ngarsaning Gusti Allah. Jembaro kubure, padango dalane. Dingapuro sedoyo kaluputane. Aamiin. (Adriono)

 

Previous
Next Post »