Setiap tukang kebun pasti girang tatkata melihat
tanamannya tumbuh dan berkembang. Begitu juga dengan saya.
Beberapa bulan lalu saya diminta mengisi diklat
jurnalistik bagi guru di Sekolah Alam Insan Mulia (SAIM), di Jl. Medokan Semampir
Indah 99-101, Surabaya. Saya tidak menanam, sekadar turut menyiram. Sebab
sebenarnya bakat dan potensi sudah ada pada diri pendidik di sana. Saya hanya sharing
pengalaman membikin berita. Juga berbagi trik mengangkat aktivitas di sekolah agar
menjadi bahan tulisan menarik dan layak diberitakan.
Alhamdulillah sekarang sudah mulai bertumbuh. Para
Cikgu SAIM, dari tingkat guru kelompok bermain hingga jenjang SMA, telah aktif menulis. Bukan sekadar latihan
lalu disimpan, tetapi langsung diunggah di laman saim.sch.id.
Produktivitas mereka fluktuatif antara 30 hingga 40 item berita perbulan, bahkan pernah
mencapai 70 buah. Betapapun ini capaian yang layak diapresiasi mengingat tupoksi
utama mereka bukan membuat berita tetapi mengajar siswa.
Inilah enaknya hidup di era 4.0. Tidak seperti
zaman saya bekerja di media cetak dulu. Untuk menghadirkan satu berita harus
melalui proses cetak yang panjang dan berliku. Sekarang tinggal bikin website, file tinggal diklik. Maka tersiarlah tulisan kita.
Beredar tidak sebatas satu provinsi saja, tetapi ke seluruh dunia.
Pada awal berproses, saya selaku editor bersama
admin Ustadzah Isna Alya yang tangguh, agak
banyak melakukan campur tangan, mengedit berita. Karena sebagian tulisan yang
masuk belum berwujud naskah berita. Masih cenderung bertutur secara kronologis.
Antara lain seperti ini: “Pada hari ini siswa kelas sekian melaksanakan kegiatan X. Pagi pukul 07
mereka sudah bersiap di sekolah dst...” Tentu saja kalimat tersebut tidak
salah. Hanya karena ditulis dengan gaya yang datar-datar saja, maka daya pikatnya jadi rendah.
Padahal alinea pertama (lead) sebuah berita seyogyanya diusahakan semenarik mungkin, agar
orang tergoda untuk membaca, agar jempolnya tidak terburu melakukan scroll. Dalam kaidah jurnalistik, sebuah
berita hendaknya diawali dari hal-hal yang paling penting, baru alinea-alinea
berikutnya disusul dengan informasi yang kurang penting. Model penulisan
seperti ini lazim disebut dengan model “piramida terbalik”.
Tetapi seiring dengan berjalannya waktu, segera
terjadi perubahan signifikan. Rupanya “learning
by doing” adalah cara paling efektif untuk dapat terampil menulis.
Bulan-bulan berikutnya sebagian besar reporter cikgu ini sudah mampu menulis
berita layaknya awak media. Coba tengok karya produktif mereka di saim.sch.id.
Maka saya tidak lagi banyak merombak naskah, paling-paling
hanya mengefektifkan kalimat, melakukan ekonomi
kata, dan memperbaiki kesalahan ejaan. Kadang saya malah dibikin terkejut
dengan karya orisinal mereka: khas guru. Bahkan ada satu atau dua tulisan yang
saya tidak “berani” menyentuhnya, lantaran khawatir, keutuhan dan kekhasan
penulisnya menjadi terkoyak.
Kiranya benar kata pepatah. Putihnya beras karena
gesekan antarsesama gabah. Saya yang semula didhapuk
sebagai orang yang “mengajari”, kerapkali berbalik menjadi “diajari”. Dari
berita buatan guru SAIM, saya jadi belajar banyak tentang dunia riel
pendidikan. Umpamanya, jadi paham mengapa anak perlu diajak bermain lumpur,
atau apa manfaatnya mendorong anak berani tampil di depan publik, dll.
Saya pikir, inilah contoh konkret pengembangan
literasi di sekolah. Saya berharap Mas
Mentri Nadiem akan menyukainya. Literasi tidak lagi sebatas aktivitas gemar
membaca, tapi langsung praktik menangkap informasi, menuliskan, serta memublikasikannya.
Lagi pula, sesungguhnya tugas antara guru dengan
jurnalis itu punya kejajaran. Jurnalis punya tiga peran utama yaitu
menyampaikan informasi, mengedukasi masyarakat, dan menghibur pembaca. Jadi wartawan
pun wajib mendidik melalui pemberitaan yang obyektif dan melalui cara
menuliskan naskahnya.
Maka guru yang jurnalis tentu akan menjadi guru yang
plus. Dia tidak sebatas mengajar murid di dalam kelas tapi juga mengajar masyarakat
luas. Tulisan yang disusun dengan memerhatikan kaidah berbahasa yang baik dan benar,
tentu menjadi contoh positif dan pembelajaran bagi khalayak. Tak hanya itu,
karya mereka otomatis juga membuahkan branding
positif bagi lembaga sekolah.
Salut Cikgu SAIM. Kini kebiasaan menulis terus berkembang.
Selaku “tukang kebun”, saya sungguh merasa senang. (adrionomatabaru.blogspot.com)
Sapa sahabat Cikgu: Agus Tri, Dian, Ulum,
Indrasari, Diena, muzamil, lilik, Utami, Sulami.
Sign up here with your email
2 comments
Write commentsMatur sembah nuwun Master
ReplyUntuk mempermudah kamu bermain guys www.fanspoker.com menghadirkan 6 permainan hanya dalam 1 ID 1 APLIKASI guys,,,
Replydimana lagi kalau bukan di www.fanspoker.com
WA : +855964283802 || LINE : +855964283802 ||
EmoticonEmoticon