Memasuki gerbang makam aer mata, kompleks
raja-raja Bangkalan, di Kecamatan Arosbaya, Bangkalan, Madura, adalah
menziarahi masa silam penuh makna.
Mengenang kembali tentang perempuan yang
punya inisiatif untuk berkontribusi bagi kebelanjutan kekuasaan suami, tetapi
justru disalahpahami hingga berujung penyesalan dan simbah aermata.
Adalah Rato Ebu Syarifah Ambami (1546-1569), permaisuri dari
Raja Pangeran Tjakraningrat I, yang bertapa dan bermunajad kepada Tuhan.
Satu pintanya: "Tuhan, aku mohon, tujuh keturunanku dikabulkan menjadi
raja di bumi Madura."
Kepada suami, yang baru pulang bertugas di
Mataram, membantu Sultan Agung, diceritakan semua ikhtiar demi membahagiakan
pasangan hidup dan anak cucunya itu.
Tapi, sayang, sang raja tidak berkenan
dengan doa itu. Agaknya ada satu susunan kalimat yang seharusnya
direvisi.
"Kenapa hanya minta tujuh turunan? Aku
ingin seluruh keturunanku menjadi penguasa di Madura, selamanya," katanya
dengan sesal tingkat tinggi.
Sang Ratu, menyesali diri. Menyalahkan diri
atas murka suami. Dia tak punya bargaining potition atas kebenaran yang
dilakoninya. Tak punya veto atas beda pendapat yang tak dapat didamaikan.
Lalu ditebusnya semua itu dengan kembali
menyepi, memanjatkan doa versi baru pesanan sang suami. Tapi kali ini disertai
dengan deras airmata, hingga membanjiri raganya, alam sekitarnya, dan seluruh
sisa usianya.
Boleh jadi itu cuma legenda atau mitos.
Tapi betapa jelas pesan yang tersirat. Tentang hegemoni kekuasaan. Tentang
posisi marginal perempuan dalam konstelasi politik kekuasaan. Tentang
kepantasan berbenturan dengan ambisi melanggengkan tampuk kepemimpinan.
Lihat, apa salahnya, memohon kekuasaan
tujuh turunan? Apa berkuasa tujuh periode jabatan tidak lebih dari cukup?
Tetapi kewajaran memang gampang dikalahkan
oleh keserakahan yang selalu punya sederet pembenaran. Aaermata telanjur tumpah.
Nestapanya menggenang hingga hari ini.
Lalu orang-orang datang dan pulang
berziarah ke makam Ratoe Iboe. Berdoa untuk segenap pengorbanannya.
Pada akhirnya waktulah sang hakim sejati.
Kewajaran hidup tampil sebagai kebenaran abadi. Sementara itu sang pemegang
kekuasaan, kini, terbujur beku, meski berada dalam kompleks makam raja-raja
yang berhias ornamen indah.
(adriono.matabaru.blogspot.com)
Sign up here with your email
EmoticonEmoticon