“Berbeda-beda tetapi tetap sate.” Agaknya itulah
makna kebhinekaan dalam dunia kuliner sate. Ada banyak varian sate dalam berbagai
rasa. Tempo hari sudah saya tulis sate kere dari Beringharjo, Yogyakarta. Sate
yang terbuat dari koyor (urat atau otot) sapi.
Kali ini kusajikan sate unik dari Surabaya, tapi
bakulnya orang Madura yang sudah lama menetap di Serbeje. Namanya sate manggul (baca: sat-te mang-gul). “Ini makanan
khas Madura,” katanya. Sate manggul
menyodorkan dua opsi menu menggoda: sate ayam atau sate sapi.
Tampilan satenya sama, yang beda adalah manggulnya.
Manggul adalah bumbu khusus, setengah kental dan lembut, lumer mirip mayonet. Warnanya
putih, rasanya gurih santan. Bumbu ini disiramkan ke atas lontong yang telah
dipotong-potong kecil. Tak lupa diberi aksen taburan serundeng. Hem, nyaman ong guh.
“Kalau di Madura, beli manggul di mana, Bok?” iseng saya bertanya.
“Wah, kalau di Madura ndak ada orang jualan manggul. Ndak
laku, Pak. Orang sana bisa bikin sendiri, jadi ndak mau beli,” katanya. Menurutnya, di daerah aslinya manggul
dimakan dengan nasi saja. Lalu dia berkreasi dengan menambahkan lauk sate.
Lahirlah sate manggul yang ternyata diterima lidah Surabaya.
Warung ini sudah buka sejak 20 tahunan, di salah
satu mulut gang kampung di Jl. Wonorejo Gang 4, Surabaya, dekat kawasan Pasar
Kembang. Nah, kalau kepingin mencoba, Sampeyan kudu rela kluthusan ke kampung sana, karena sate ini belum di’gofood’kan.
Bakule durung duwe hape. “Bukae jam papat
sore sampek sak enteke,” katanya.
Oke, nikmati saja sensasi rasanya. Ra usah mikir
jauh seperti kapitalis anyaran. Diam-diam, tanpa izin, berniat mengkloning
produk kuliner maknyus ini dan memasarkannya dalam skema waralaba. Sakno bakule, Rek.
(adrionomatabaru.blogspot.com)
Sign up here with your email
EmoticonEmoticon