GURU RELAWAN



Setiap terbetik kabar terjadi bencana, semua jiwa pasti iba dan muncul niat untuk menolongnya. Hanya saja tidak semua orang mewujudkan niat itu menjadi tindakan nyata. Kita memang lebih gampang mengeluarkan airmata, ketimbang mengeluarkan isi dompet.

Tetapi, syukurlah, secara umum bantuan dari masyarakat selalu berdatangan. Bahkan kadang berlimpah. Banyak pihak berdatangan membantu sesuai dengan kapasitas masing-masing. Tentu saja yang utama adalah bantuan penyelamatan korban dan pasokan logistik.  Selain itu juga pemulihan infrastruktur.

Tetapi bencana tidak hanya menimpa fisik  saja, tetapi juga menghantam mental para korban terdampak. Oleh karena itu bantuan yang bersifat psikososial juga tidak boleh diabaikan. Para relawan dari bidang psikologi aktif memberi bantuan trauma healing.

Setiap bencana melanda, sudah pasti aktivitas pendidikan menjadi terganggu. Tidak jarang sekolah diliburkan dalam jangka waktu yang telatif panjang, menunggu perbaikan dan kesiapan sarana dan prasarana belajar.

Maka kehadiran guru relawan ke lokasi  pascabencana menjadi relevan dan dibutuhkan.  Tentu saja tidak pada hari-hari awal pascabencana. Ketika kondisi sudah relatif  mereda, seyogyanya  anak-anak mulai melakukan kegiatan  belajar kembali, sesederhana apapun wujudnya. Diajak mengikuti aktivitas yang dapat  menetralisasi tekanan mental serta  agar tidak tertinggal jauh dengan teman-teman mereka yang tidak terkena musibah.

Agaknya perlu adalah buku panduan praktis untuk menjadi guru relawan di kawasan pascabencana. Agar kehadiran lebih efektif, berlangsung sesuai harapan, serta  tidak tertolak di lokasi atau malah “dieksploitasi” oleh guru-guru asli.

Berangkat dari gagasan tersebut saya jadi antusias saat diajak Yayasan Seribu Senyum dan para guru Sekolah Alam Insan Mulia (SAIM) Surabaya untuk terlibat menyusun bukunya. Apalagi dalam tim terdapat psikolog mumpuni Drs Asep  Haerul Gani. Juga ada Ustad  Fanani dan Cahyo dan lainnya.

Kemarin seharian sudah berlangsung diskusi gayeng. Mengeksplor materi tulisan dan mencatat  ulang pengalaman nyata anggota tim penulis setelah menjadi guru relawan di lokasi bencana Desa Sukadamai, Santong, Khayangan, Kab. Lombok Utara, maupun di Palu. Semoga diparingi kelancaran.

Colek: Cak Edi Basuki, Bu Ratna, Bu Ham, kami diberi masukan dan data dong.

Previous
Next Post »