Saya sudah merasakan makan wingko babat di kota
Babat, menggigit apel batu di Batu, atau menyantap sate madura di Pulau Madura.
Lalu sayapun berangan-angan: bagaimana ya rasanya menikmati masakan padang di
Kota Padang?
Syukurlah, tadi siang saya menemukan kesempatan.
“Kami sudah di Padang nih Pak, kami harus merasakan masakan padang di Padang,” kata saya berkelakar
kepada Pak Jonni Afrizon SE, MM, Pimpinan Unit Balai Diklat Industri Padang. “Oh
di sini malah tidak ada restoran padang, Pak,” timpalanya dengan gurau.
Benar, di sepanjang jalan Prof. Hamka Tabing hingga
menuju kota Padang memang tidak tertera rumah makan Padang, yang ada cuma rumah
makan saja yang ditambah nama berbeda-beda. Dan RM Lamun Ombak, Jl. Khatib
Sulaiman, Ulak Karang Utara, Padang Utara, adalah tempat yang beliau rekomendasi.
Hem, ternyata memang beda sensasi dan rasanya. Jenis
menu yang tersaji di meja lebih lengkap ketimbang yang biasa saya jumpai di
restoran padang di Jawa atau tempat lainnya. Ada ayam pop, ada usus berisi gilingan
tahu telur, jengkol rendang, juga ada sayur pical. Tidak terlalu pedas, tapi
bumbunya menghunjam maknyus di lidah. Lamak
banak, uenak tenan....
“Nah kan, selera orang Padang memang perlente,”
kata Pak Jon memuji diri.
Tapi ada satu pemandangan yang tidak tertemui. Sungguh
saya ingin menyaksikan ketrampilan pelayan yang membawa puluhan piring berisi makanan
di kiri kanan lengannya. Lantas setengah dilempar, piring-piring itu bergeser seolah
menata diri di meja. Sebagaimana dulu pernah
saya lihat pada restoran Padang di kawasan Surabaya Utara.
Pak Jon bilang sekarang hal itu sudah tidak apa
lagi. Alat pembawa piring sudah diganti kereta dorong stenless (mungkin kelak
diganti robot). Maka, boleh jadi skill akrobatik
membawa piring ala rumah makan Padang terancam punah. Sayang sekali. Padahal mestinya atraksi
itu bisa menjadi tontonan wisata tersendiri. Seperti halnya atraksi membuat teh
tarik yang seru itu. (*)
Sign up here with your email
EmoticonEmoticon