‘PRIME TIME’ PRIBADI


Seperti halnya televisi, setiap pribadi mestinya juga punya “prime time” sendiri-sendiri. Dalam dunia pertelevisian, prime time adalah jam-jam tayang utama di mana pada saat itulah pemirsa sedang banyak-banyaknya.  Prime time merupakan golden time bagi pengelola teve. Dari situ mereka mendulang uang dengan membanjirnya tayangan iklan. 

Demikian juga kiranya dengan diri kita. Dalam sehari semalam tentu ada beberapa jam utama bagi kehidupan kita pribadi. Seperti halnya televisi,  sudah seharusnya setiap individu memiliki  prime time. Bila perlu dalam sehari semalam memiliki lebih dari satu prime time

Pertinyiinnyi? Pertinyi-in-nyi (kata Tukul Arwana): kita manfaatkan buat apa prime time yang kita punya?  Atau boleh jadi muncul pertanyaan sebaliknya: lho mengapa aku kok merasa tidak punya prime time dalam kehidupan sehari-hari?  

Secara umum prime time televisi berada di kisaran waktu pukul 18.00 hingga pukul 22.00 malam. Asumsinya, pada jam-jam itulah semua keluarga sedang bersantai dan berkumpul di rumah. Tetapi bila dicermati sesungguhnya setiap stasiun memiliki prime time berbeda-beda, walau sebagian juga berbarengan dan beririsan waktunya. Kabarnya untuk televisi lokal prime timenya justru siang hari. Sebab sore dan malam sudah dilahap oleh teve-teve nasional. Sementara lewat rating bisa diketahui program-program apa saja yang sedang digandrungi pemirsa. 

Tetapi --ups, tunggu sebentar--  saya tidak sedang ngomongin televisi. Saya hanya mengambil dunia boardcast sebagai alat analogi untuk membicarakan masalah individu dan bagaimana dia memanfaatkan waktu. Salah satu keadilan Tuhan terletak kepada pemberian waktu yang sama kepada semua orang. Tidak peduli pejabat yang supersibuk, kontraktor yang proyeknya terancam molor,  wartawan yang dikejar deadline, atau pengangguran yang justru kewalahan membunuh waktu, semua mendapat jatah yang sama, 24 jam dalam sehari semalam. Tidak lebih tidak kurang. 

Tinggal masing-masing diri kita apakah mampu dan mau mengelola sang waktu sehingga dapat mengendalikan waktu, atau sebaliknya justru selalu dikejar-kejar waktu sepanjang masa. 

Terlepas dari profesi yang disandang, biasanya setiap individu dalam sehari-semalam akan memiliki suatu waktu yang enjoy, yang utama, yang fresh, atau yang menggairahkan bagi mental dan pikiran kita. Itulah kira-kira yang saya maksud dengan prime time pribadi. 

Sebagai contoh, saya pribadi merasa prime time saya ada di pagi hari. Berkisar antara pukul 05.00 hingga puku 09.00. Itulah jam-jam paling oke bagi saya.  Tetapi sayangnya pada jam-jam itu situasi rumah tidak selalu kondusif. Istri sibuk menyiapkan sarapan. Kadang si sulung ribut mencari charger atau power bank. Sedang adiknya lagi bingung mencari buku PR atau dasi yang entah nylempit di mana. Secara mental saya harus siap menerima munculnya cuaca buruk itu.

Karena sudah tahu prime time saya, maka semua kegiatan produktif dan penting selalu kupasang pada waktu-waktu emas itu. Saya sering dapat menulis dengan lancar dan ekspresif ya pada jam-jam itu. Catatan ini juga saya ketik dengan asyik sejak usai Subuhan tadi. 

Di kala matahari merambat naik, biasanya mood saya berangsur-angsur menurun. Jadi, hubungan antara posisi matahari dan  mood sepertinya berbanding terbalik. Apalagi bila sudah selesai makan siang, saya merasa memasuki periode yang saya sebut secara guyonan sebagai “jam-jam goblok”. Entah, kecerdasan dan kreativitas tiba-tiba menguap. Otak jadi buntu. Bawaannya kepingin tidur saja atau kalau diajak cangkrukan plus keluyuran pasti setuju. 

Boleh jadi jam cerdas di pagi hari ini terbentuk karena pola kerja yang saya lakoni puluhan tahun sebagai wartawan di koran sore Surabaya Post. Rentang jam kerja efektif kami relatif pendek. Dimulai pukul 06.00 dan sudah deadline pukul 11.00. Kami meliput, menulis, mengedit, melayout berita,  ya dalam tempo setengah hari itu. Makanya begitu lepas makan siang, jiwa dan raga capek semua, dan masuklah saya dalam jam-jam goblok. Sore hari tensinya baru bisa dikerek naik lagi. 

Beda orang tentu beda pola. Banyak teman-teman yang tergolong nocturno alias makhluk malam hari. Sosok tipe kelelawar ini prime timenya jelas malam hari. Saya pernah punya pimpinan yang berkarakter seperti itu. Semakin malam terlihat semakin segar saja kondisi badannya. Kami kerap diajak rapat  malam hari. Rapat sungguhan. Njelimet menyusun program hingga menghitung detail anggaran. Dia bergerak aktif, idenya bermunculan, dan nyaman sekali. Sementara saya sudah teler berat dengan mulut menguap entah sudah berapa kali.

Tidak masalah prime time pribadi itu terletak pada pagi, siang, atau tengah malam. Yang penting adalah segera dikenali dan kemudian dirawat sehingga benar-benar menjadi golden time baginya. Seperti dalam dunia teve, prime time pribadi  pasti dapat memberi keuntungan istimewa bagi orang yang bersangkutan. 

Kalau dia penulis, musisi, atau pelukis, maka dia dapat memanfaatkan waktu utama itu untuk melahirkan  karya cipta bermutu. Kalau dia olahragawan pasti menjalankan prime timenya untuk berlatih dan mengembangkan diri. Pecinta ilmu dan pelajar akan tekun belajar pada waktu yang telah dia alokasikan sendiri. Penghobi pasti bahagia menjalani hobinya di waktu khusus ini. Kalau dia sosok religius, maka prime timenya bisa dipakai untuk mengheningkan cipta, tahajud, yoga, atau mengkaji kitab suci dengan khusuk dan rutin (istiqomah). 

Sementara bagi yang belum memiliki  prime time pribadi, seyogyanya segera mencari dan menciptakan sendiri. Dalam kepadatan dunia kerja, pasti terselip waktu-waktu nyaman yang bisa dicuri. Keluhan “tidak ada waktu luang” perlu dibalik menjadi komitmen “luangkan waktu.”  Alokasikan sepenggal waktu di setiap hari rutinmu. Di tempat yang menjadi milik pribadimu itulah kau akan menemukan dan  dapat melakukan banyak hal berguna. 

Bila stasiun teve mengeksploitasi habis-habisan prime time untuk menangguk keuntungan  sebanyak-banyaknya. Kiranya kitapun perlu memanfaatkan prime time pribadi sebaik-baiknya, untuk kemanfaatan diri sendiri, keluarga, maupun untuk orang banyak.  Bagaimana pendapat Sampeyan? (adrionomatabaru.blogspot.com).
Sampai jumpa dengan  tulisan lain, tiap Senin dan Kamis, di alamat yang sama. InsyaAllah.
Sumber gambar: lukisan Salvador Dali




Previous
Next Post »