Hare gini, saya masih bergumul dengan
perangko-perangko. Nostalgik banget rasanya.
Namun, bagaimanapun perangko pernah jaya dan pernah
disebut sebagai temuan teknologi canggih di zamannya. Berkat kertas segi empat
dengan aneka gambar itu maka sebuah komunikasi jarak jauh bisa dilakukan. Kehadiran
perangko menggusur era teknologi merpati pos.
Kalau mau memasang perangko ke amplop, tidak usah
repot mencari lem, tinggal dijilat lalu ditempelkan sambil dipukul-pukul pakai
telapak tangan. Itu perangko dijamin lengket kuat. Dari situ lahirlah ungkapan
“nempel kayak perangko”, bagi sepasang remaja yang kesana kemari
runtang-runtung berdua.
Dulu orang mencari perangko buka sekadar untuk
berkirim surat. Ada juga yang mengoleksinya, lantaran gambarnya memang
bagus-bagus. Lalu muncullah aktivitas filatelis, penggemar perangko yang
mendunia,. Secara berkala mereka mengadakan pertemuan dan juga menggelar lelang
perangko langka. Perangko telah menjadi benda koleksi yang bernilai ekonomis
tinggi. Entah bagaimana nasib dunia filateli sekarang, setelah hadirnya era
smartphone yang mengambil alih semua model komunikasi jarak jauh.
Bila Anda punya banyak memori tentang perangko,
bahkan punya koleksi, berarti Anda tergolong generasi jadul, seperti saya. Yang
pasti perangko telah lama menjadi bagian dari dunia literasi. Dia mampu memindahkan
bahasa tulis dari satu tempat ke tempat lain hingga kemudian menghasilkan
jalinan antarpribadi yang lazim disebut sahabat pena
.
Begitu memasyarakat penggunaan perangko, sampai-sampai
dia memiliki bahasanya sendiri. Posisi peletakan perangko di atas amplop punya
makna berbeda-beda. Bila dipasang tegak di sebelah kanan atas, itu artinya
surat yang dikirim adalah surat bersifat biasa.
Bila perangko ditempel di kanan atas tapi agak
miring, itu maksudnya “harap cepat dibalas.” Bila kurang puas dengan simbol
itu, maka pada alinea terakhir surat biasanya ditambah dengan closing statement yang klise: “Empat kali empat sama dengan
enam belas. Sempat tidak sempat harap dibalas!” (Hahaha…. ingat enggak?)
Bila benda pos itu dipasang tegak di sebelah kiri
atas, itu berarti ungkapan dari “aku cinta kamu”. Bila berkali-kali sudah
dipasang seperti itu, tapi si Anda belum juga memberi kepastian, maka surat
berikutnya dipasangi perangko kembar tegak di kiri atas. Maknanya? “Lamarlah
diriku, Cak.”
Surat dan perangko telah mengantar berjuta kabar.
Mulai dari kabar suka dan duka. Mulai dari pengobat rindu hingga vonis putusnya
perikatan. Pernahkah Anda menerima surat dengan perangko kanan atas tetapi memasangnya
dijungkir? Itu simbol penolakan: JANGAN GANGGU DIRIKU. Duh, kasihan.
Saya bersyukur mengalami era jadul berkomunikasi lewat
surat berperangko (dan kini berkesempatan pula menikmati kecanggihan teknologi
informasi). Lambatnya surat nyampai ke alamat, meski ditempeli perangko kilat, justru
menimbulkan sensasi tersendiri. Jengkel-jengkel butuh. Menunggu datangnya surat
dari seseorang yang istimewa, sungguh berjuta rasanya. Romantika seperti itu tidak bakal dirasakan oleh
generasi “layar sentuh” saat ini.
Sampeyan punya cerita menarik di balik perangko? Share dong. (adrionomatabaru.blogspot.com)
# edisilemburkirimmajalahviapos
Sign up here with your email
EmoticonEmoticon