DIET SCROLLING

  


Akhir-akhir ini saya gampang lupa. Awalnya kuanggap wajar. Memang faktor “U” (usia), pasti terjadi yang namanya “PDI” alias penurunan daya ingat.  Namun ini agak laen, bukan lupa meletakkan barang atau lupa janjian. Tapi kerap lupa bila hendak melakukan sesuatu. 

Kadang saya bangkit dari kursi lantas ke ruang tengah. Sampai di ruang tengah tiba-tiba blank: ”Aku ke sini tadi mau apa, ya?” Biasanya yang kulakukan adalah melangkah mundur, semacam rewind, mengulang adegan awal kembali duduk ke kursi semula lantas bangkit melangkah, baru ingat.,”Oh, ya saya mau ambil gunting kuku” Pernahkan Sampeyan mengalaminya?

Kali lain, saya bergegas ambil hape, niatnya mau kirim pesan WA ke teman, tapi begitu membuka layar muncul banyak tayangan video di medsos dan sejumlah notifikasi. Saya pun asyik scroll-scroll setengah jam lebih. Terus membuka FB, merespons komen netizen, . Berikutnya pindah komen Grup WA alumni s. Cukup lama, setelah bosan hape kulempar ke meja. “Yaela, bukannya aku tadi mau kirim WA?” 

Kejadian semacam itu semakin kerap terulang saja.  Lantas saya jadi berpikir, ini bukan lupa biasa, apa ya penyebabnya? Saya jadi curiga jangan-jangan ini akibat dari doomcrolling, sebuah fenomena yang kini  ramai digelisahkan orang, meskipun saya mungkin masih baru gejala. 

Doomscrolling adalah kebiasaan terus-menerus menggulir layar smartphone (scrolling) informasi negatif—berita bencana, konflik politik, gosip artis cekcok—secara impulsif tanpa bisa berhenti, meskipun kita tahu dampaknya buruk bagi kesehatan mental. 

Ini bukan sekadar kebiasaan buruk, karena punya dampak. Menurut beberapa referensi, yang paling menakutkan dari doomscrolling bukan hanya kecemasan, tapi kehilangan fokus dan kontrol diri. Ini malapetaka. Kita merasa terus “terseret” oleh informasi, tanpa sadar bahwa kita bisa memilih. Pilih untuk berhenti. Pilih untuk berpikir. Pilih untuk tidak tahu semua hal, demi menjaga kewarasan. Karena ketika semuanya penting, maka sebenarnya tak ada yang sungguh penting. 

Mumpung belum kebablasan, saya mencoba mengurangi scroll-scroll, tentu tidak gampang. Mirip orang yang baru belajar diet, tapi disuguhi aneka makanan di depannya. Saya juga memaksa memasukkan hape ke laci sebelum pergi kamar tidur. Bila bangun kepagian, kutahan tangan untuk tidak membuka layar. Selain itu juga mengaktifkan kembali kebiasaan lama: membaca buku edisi cetak. 

“Diet” ini baru kucoba beberapa pekan, tentu belum terlihat hasilnya secara signifikan. Tetapi toh terasa ada yang beda. Pikiran menjadi agak tenang. Ide-ide untuk bahan menulis kok mulai bermunculan. Rupanya kelewat  banyak terpapar informasi justru membuat otak kewalahan, sehingga tak sempat mengolah makna maupun menemukan gagasan baru. 

Kayaknya di era banjir bah informasi, kita tidak perlu takut dibilang kudet (kurang update). Di tengah berisiknya dunia medsos, agaknya berhenti sejenak menjadi pilihan bijak.  Di era digital, mengelola pilihan bukan cuma soal efisiensi, tapi soal menjaga kewarasan. Dan langkah pertama untuk waras adalah: berhenti percaya bahwa semua harus dipilih, semua harus ditonton, semua harus diklik. Kadang, “cukup” adalah keputusan terbaik yang bisa kita buat. 

Semoga saja kejadian sering lupa, gampang terdistraksi, dan hilang fokus dapat teratasi.  (adrionomatabaru.blogspot.com)

Latest
Previous
Next Post »