MASKER RAMAH DIFABEL

 

Imbauan untuk menggunakan masker di masa pandemi ternyata tidak menguntungkan semua orang. Ada sekelompok orang yang justru terganggu kepentingannya. Mereka adalah para difabel penyandang tunarungu.

Seperti diketahui, saudara kita yang tunarungu dalam berkomunikasi amat mengandalkan gerak anggota tubuh dan gerak bibir lawan bicaranya. Maka masker yang menutup hidup hingga dagu, membuat dia kesulitan menangkap maksud lawan bicaranya.

“Mereka protes ketika saya bicara dengan pakai masker,” kata Muhammad Aripin yang setiap hari bekerja dan berinteraksi dengan sejumlah tunarungu binaannya di Rumah Kreatif dan Pintar, Kota Banjarmasin. Lalu Aripin berfikir bagaimana caranya agar kebutuhan mereka terakomodasi, sementara protokol kesehatan tetap ditaati.  

Kendala difabel tersebut sebenarnya juga menjadi keprihatian Gerkatin (Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia). Ketua Gerkatin Banjarmasin Rini Hayati sempat mendatangi Aripin, membawa contoh sebuah masker khusus yang tembus pandang. Dengan demikian gerak bibir saat berbicara masih terlihat dari luar. Masker “berjendela” ini diperoleh dari komunitas tunarungu di Yogyakarta. 

Pengelola Rumah Kreatif itupun menyanggupi untuk memproduksi. Terbukti bermanfaat. Sedikitnya 400 masker ramah difabel berhasil dibuat. Kemudian dibagi-bagikan gratis kepada penyandang tunarungu di Kalimatan Selatan. 

“Masker ini dapat dicuci. Tetapi tidak boleh dikucek semua, supaya plastiknya tidak buram. Untuk  membersihkan lapisan plastik, cukup dilap dengan desinfektan,” kata Aripin sambil memberi contoh cara mencuci kepada saya.

Aripin (30 tahun) memang sosok social entepreneur. Yayasan Rumah Kreatif yang didirikannya pada  2014 itu telah berbuat nyata di bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat. Selain menampung penyandang disabilitas, rumah ini juga mengembangkan bakat minat anak jalanan, korban nafza, korban KDRT, eksnarapidana, anak yatim, hingga ibu-ibu kepala rumah tangga. Yayasan merekrut anggota binaan melalui kerja sama dengan sejumlah instansi seperti Kemenkumham Kalsel, BNN Provinsi Kalsel, panti asuhan, dan komunitas. 

Sejak pandemi melanda, Rumah Kreatif telah memproduksi masker pesanan dari Kemensos, KPAI, Pemda, dan CSR perusahaan, total sebanyak 86 ribu buah. Masker untuk umum (bukan untuk tunarungu) ini dikerjakan secara konveksi dengan melibatkan  sekitar 100 pekerja. Rata-rata produksi 1000 sampai 1500 buah masker per hari. Mereka juga mengerjakan pesanan masker topeng (face shield).

Hingga kini Pusat Belajar Masyarakat di Jl. Perdagangan 32, Kel. Pangeran, Kec. Banjarmasin Utara itu  telah membina sebanyak 2.380 orang. Sedang yang aktif berproduksi di Rumah Kreatif sekitar 70 orang. Mereka yang berasal dari berbagai latar belakang masalah sosial tersebut terbukti dapat produktif membuat kerajinan tangan (kain sasirangan, tas purun, ecoprint), anyaman, menjahit, daur ulang, mebel, kuliner, ternak sapi, hingga jasa perbengkelan.

“Kami sangat terbuka. Siapa saja yang hendak menggali potensi diri, boleh bergabung di sini. Tidak dipungut biaya. Akan dibimbing sampai menjadi wirausaha mandiri,” katanya. Anak muda yang satu ini sungguh luar biasa. (*)



 

(adrionomatabaru.blogspot.com)

Previous
Next Post »